:
Sebuah organisasi yang didirikan atas dasar kekerabatan yang dihubungkan dengan keluarga Nabi SAW dikabarkan menyebarkan pernyataan yang menentang peringatan kesyahidan Imam Husain dan menghimbau umat untuk menjadikan 10 Muharram, dikenal Asyura, sebagai hari sukacita seraya mengutip sejumlah teks Arab yang diklaim sebagai hadis.
Edaran itu memuat pernyataan yang secara formal kebahasaan problematik dan secara material konten dapat dianggap multi tafsir. Di satu sisi, ia menunjukkan hari Asyura sebagai peristiwa yang menyedihkan. Tapi, di sisi lain, ia mengutip teks-teks yang diklaim sebagai hadis demi menegaskan hari Asyura sebagai hari kemenangan dan sukacita.
Organisasi ini belakangan menunjukkan gelagat sikap sektarian terhadap sejumlah isu sosial keagamaan dan sikap partisan terhadap fenomena politik identitas yang berhadap-hadapan secara konfrontatif dengan sikap Pemerintah. Bila melihat pandangan dan sepak terjang sebagian pengurus organisasi tersebut, edaran berkonten intoleransi itu bisa dikonfirmasi otentitasnya.
Terlepas dari benar dan tidaknya pernyataan itu dikeluarkan oleh organisasi tersebut, beberapa habib dan pemegang otoritas keagamaan di tengah umat memang sudah cukup lama secara serius dan intensif mengujar kebencian terhadap sebagian Muslim bermazhab Syiah. Mencemooh upacara peringatan Asyura merupakan bagian dari agenda koalisi mereka dengan wahabi (yang semula amat membenci dan mendengki kalangan alawiyin alias dzuriyah) dalam mengepung dan memisahkan Syiah dari umat Islam dengan ragam cara dan aneka media. Kebencian terhadap Syiah ironisnya berhasil mempersatukan kaum intoleran yang berlainan mazhab dan kultur tersebut.
Sekarang izinkan saya mengajukan beberapa pertanyaan berikut :
Mengapa orang-orang yang dihormati oleh umat sebagai cucu Sayyidina Husain malah gigih menentang haul kakek utama yang dibantai bersama keluarga dan sahabatnya pada Asyura?
Mengapa orang-orang yang rajin menyelenggarakan haul yang diramaikan oleh umat yang menghormati mereka justru enggan memperingati haul tokoh agung yang terpampang benderang di puncak hierarki dan silsilah yang selalu dipamerkan di dinding rumah mereka? Jika alasannya adalah ingin menghindari pertikaian dengan kelompok-kelompok Islam lain, mengapa mereka tetap mengadakan haul kakek-kakek mereka yang juga ditentang kaum intoleran yang menganggapnya sebagai bid’ah? Mengapa percekcokan haul Imam Husein hendak dihindari tetapi percekcokan haul para habib yang merupakan keturunan Imam Husein tetap dipertahankan dan malah didengung-dengungkan?
Mengapa orang-orang yang di mimbar dan konten video mereka menganjurkan umat untuk menyanjung dan mengistimewakan mereka sebagai para cucu Nabi dan cucu Sayyidina Husain bahkan mengklaim sebagai Ahlulbait seraya mengutip ayat dan hadis tentang kemuliaan dan kesucian Ahlulbait, justru tidak pernah mengutip hadis jalur periwayatan para tokoh utama Ahlulbait dan tidak memperkenalkan ajaran khas para penghuni rumah Nabi itu, bahkan menafikan adanya ajaran mereka dalam akidah, akhlak, fikih dan ribuan khazanah mulia mereka?
Apakah mereka tak ingin umat mengenal para leluhur habib, Ahlulbait yang disucikan, itrah dan dzurriyah sejati yang disucikan oleh Allah? Apakah mereka ingin menghalau umat mengenali teladan dalam kebaikan, parameter kebenaran, neraca keadilan, model ketakwaaan, contoh kewaraan, simbol kerendahan hati, ikon pengorbanan, sentra pengetahuan, poros perlawanan terhadap para tiran dan prasasti keluhuran? Apakah mereka ingin umat oblivious terhadap Ahlulbait sejati sebagai manusia-manusia tertentu yang ditetapkan dengan teks tegas Nabi sebagai manifestasi Muhammad SAW yang bertugas mengawal agama dan wahyu suci hingga akhir zaman agar berada di garis terdepan dalam duka dan garis akhir dalam suka? Ataukah mereka ingin penyanjungan dan glorifikasi terhadap yang Ahlulbait dan dzuriyyah cabang dan ranting lebih ditonjolkan ketimbang pengagungan dan penghormatan umat pada Ahlulbait yang asli dan akar?
Tentu banyak habib tak sejalan dengan sikap dan pandangan organisasi. Bisa dipastikan, para sayyid yang memahami dan menerima pengertian Ahlulbait sebagai frasa yang berlaku secara khusus atas Ahlulkisa’ Nabi, Imam Ali, Sayidah Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husain serta 9 manusia suci setelahnya sebagai itrah suci, telah mengembalikan hak istmewa kesucian kepada orang-orang suci Ahlulkisa’ dan Itrah.
Atas dasar itu, anak cucu Nabi Muhammad SAW terbagi dalam empat kelompok di atas. Habib Muhammad SAW dan putri tercintanya beserta 12 habib yang menjadi pengawal agama adalah kelommpok manusia suci yang sempurna. Dengan kata lain, hanya habib suci yang wajib—sekali lagi wajib—dicintai, dihormati sekaligus dipatuhi karena menjadi teladan sempurna bagi umat manusia. Jumlah mereka terbatas dengan nama-nama jelas sebagaimana tercantum dalam banyak riwayat yang menjelaskan ayat-ayat menyangkut mereka.
Dzurriyah dengan aneka sebutannya adalah para pemegang anugerah kemuliaan keterhubungan sebagai cabang dan ranting dengan Nabi SAW. Karena keterhubungan inilah mereka ikut mendapat kelayakan dihormati tanpa menggugurkan asas keadilan ilahi dan kesetaraan insani. Anugerah ini menjadi prestasi yang mengundang pahala bila disyukuri dengan ketakwaan dan kecaman bila disombongkan dan dipamerkan sebagai keistimewaan diri di atas manusia-manusia yang lain.
ML 682022