Ketika hanya satu model demokrasi ditetapkan sebagai dogma seakan wahyu yang tidak boleh diubah dan dikembangkan sesuai dinamika dan situasi aktual serta kehendak sebuah bangsa, maka tak sedikit orang yang diresmikan oleh AS sebagai intelektual dan pakar mengacuhkan sistem pemerintahan Islam yang dipilih oleh mayoritas rakyat Iran dalam referendum setelah tumbangnya monarki Pahlevi.
Dengan kata lain, sebagian orang sulit menerima fakta sistem Republik Islam yang diterapkan di Iran sebagai sebuah inovasi dan eksperimen harmonisasi demokrasi (yang merepresentasi humanitas yang profan) dengan teokrasi (yang merepresentasi divinitas yang sakral).
Karena tak mengakui demokrasi yang tidak mengacu standar AS, sebagian orang bersikap ekstra kritis terhadap setiap gejolak dan fenomena di Iran. Karena tak menerima peraturan yang merupakan produk sistem demokrasi alternatif yang tak tercatat dalam buku induk demokrasi AS, termasuk pasal undang-undang dan peraturan wajib menggunakan jilbab bagi setiap wanita dalam teritori Iran, menganggap peraturan tentang jilbab di Iran, misalnya, sebagai pemaksaan yang berbenturan dengan kebebasan dan hak asasi manusia.
Karena eksperimen harmonisasi demokrasi dengan teokrasi adalah pertama kali dalam sejarah politik modern bahkan dalam sejarah politik Islam di era modern, maka ia tak final secara material dan formal. Karena itulah, sejak berdiri, negara dengan sistem pemerintahan ini tak sepi dari penyempurnaan dan transformasi yang dinamis berupa kritik kontruktif dan review terhadap kebijakan pemerintahan. Imam Khomeini, selaku perintis dan pendiri pun pernah melakukan revisi terhadap pasal-pasal dalam undang-undang terkait kepemipinan dan mekanisme suksesi. Beberapa lembaga yang merupakan turunan dari otoritas tertinggi negara ditambahkan sebagai penyempurnaan sistem trias politica yang umum diterapkan di negara-negara modern di dunia.
Semula peraturan wajib memakai jilbab di ruang publik bagi setiap wanita yang berada dalam teritori Iran berlaku secara ketat. Namun beberapa tahun belakangan, sejak lahir generasi milenial -yang tidak pernah mengalami spirit revolusi, dan sejak media sosial menjadi referensi opini, pemerintah Iran secara diam-diam melonggarkan pemberlakuan peraturan ini tanpa menghapusnya dan mengubah sanksi dengan arahan atau edukasi.
Ketegangan geopolitik akibat sikap politik Iran, terutama terkait dengan keputusannya untuk mandiri secara paripurna, termasuk dalam pengembangan teknologi nuklir dari dominasi global AS juga sikapnya terhadap okupasi Palestina dipandang sebagai gangguan dan ancaman terhadap kepentingan sentra hegemoni tunggal AS di kawasan. Ia pun menjadi target pelemahan intensif AS berupa pembekuan aset, embargo ekonomi, invasi militer, infiltrasi intelejen, isolasi diplomatik dan intimidasi media selama 40 tahun sejak berdiri.
Meski babak belur, terutama dalam ekonomi, berkat narasi resistensi yang gencar dibangun di luar, negeri ini mampu membangun blok yang menjadi nafas eksistensinya. Pengaruhnya nyata meluas hingga ke beberapa negara di kawasan sekitarnya dengan skala yang berbeda.
Kegetolan Pemerintah Iran dalam membangun kedaulatan total menjadi sumber kecemasan elit sentra hegemoni imperialis.
Sekecil apapun persoalan sosial di Iran selalu diblow up. Tak mengherankan bila banyak aktivis dan intelektual terpengaruh. Sayangnya, sebagian yang terpengaruh itu terlalu cepat memberikan respon negatif seolah “kebelet ngonten”.
Hilangnya “sadar batas” pada sebagian orang, yang seolah merasa memikul tugas mencerdaskan semua orang dengan pandangannya, mendorongnya menyikapi sebuah fenomena kompleks yang memerlukan seperangkat data valid, hanya dengan mengandalkan sumber-sumber info reduktif. Akibatnya, maksud hati ingin jadi pencerah, malah jadi pencemar. Alih-alih menjadi pejuang kebebasan, justru mendeklarasikan ketakmampuan memahami hukum dalam konteks agama dan hukum dalam konteks konstitusi negara.
Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (Al-Isra’ : 36).
ML 020922