Alkisah, ada.seorang teman yang suka membuat konten video. Namanya cukup populer. Ia cukup konsisten menyuarakan ajakan melawan intoleransi. Sampai di sini, dia oke.
Tapi, kemarin ia membuat konten video yang sepertinya lebay. Entah kenapa, ia memuji UEA yang menyumbangkan masjid mewah, megah dan glamour dengan ragam sebutan manis. Yang pasti, Katanya, UEA itu sukses dalam hal moderasi dan toleransi, membangun kesejahteraan, sistem profesional. Lebih absurd lagi, ia malah memvonis dengan ekspresi sinis beberapa negara lain, terutama Yaman yang sedang berjuang melawan penjajahan, sebagai negara gagal.
Pujian berlebihan kerap difungsikan sebagai pedang beracun bermata dua; selain mengglorifikasi satu pihak, juga dihunuskan sebagai sindiran, cemooh, dan hinaan terhadap pihak lain.
Padahal tak perlu melek geopolitik amat untuk paham bahwa kesejahteraan dan kemakmuran kerajaan yang berlagak republik di Teluk Persia ini justru dibangun dari puing-puing kehancuran Yaman yang diagresi UEA secara brutal. Lagipula, kegagalan (kemelaratan) Yaman, yang kerap diolok-olok para penganjur toleransi (karena terbiasa mengidentikkannya dengan beberapa ekstremis yang dicap kadal gurun) adalah buah agresi, penjarahan, dan intervensi UEA dan saudara kembar monarkisnya, yaitu Arab Saudi.
Pada 2019, Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan bahwa Yaman telah menjadi negara yang paling membutuhkan bantuan kemanusiaan. Krisis kemanusiaan itu menyengsarakan sekitar 24 juta orang, atau 85% dari total populasinya. Pada 2020, negara ini menempati peringkat tertinggi dalam Indeks Negara Gagal, terburuk kedua dalam Indeks Kelaparan Global (Global Hunger Index), hanya dilampaui oleh Republik Afrika Tengah] dan memiliki Indeks Pembangunan Manusia terendah di antara semua negara-negara non-Afrika.
Yaman menjadi gagal dan miskin bukan karena tak punya kekayaan alam atau terbelakang secara alamiah, tapi akibat dimiskinkan dan dirampok oleh rezim-rezim monarki Saudi dan UEA yang disetir rezim arogan AS.
Yaman di masa lalu dikenal sebagai negeri paling subur di Semenanjung Arabia. Curah hujannya cukup setiap tahunnya. Saking suburnya tanah Yaman, ahli geografi Yunani yang hidup pada abad kedua, Ptolemy, bahkan menyebut negeri itu sebagai Eudaimon Arabia (dalam terjemahan versi latin disebut Arabia Felix) yang berarti ‘Arabia yang Sejahtera’.
Di masa silam, Yaman adalah rumah bagi Kaum Saba’, sebuah daulat perdagangan yang mencakup sebagian dari Ethiopia dan Eritrea hari ini. Kemudian pada 275 M, Kerajaan Himyar dipengaruhi oleh Yudaisme. Kekristenan tiba pada abad keempat. Islam menyebar dengan cepat pada abad ketujuh dan pasukan Yaman memiliki peran yang krusial atau sangat penting pada awal penaklukan Islam. Beberapa dinasti muncul pada abad ke-9 hingga ke-16, seperti Dinasti Rasuliyah. Daulat ini lalu dipartisi di antara kerajaan Ottoman dan Inggris pada 1800-an.
Pada 25 SM, ekspedisi militer bangsa Romawi di bawah pimpinan Aelius Gallus berusaha menaklukkan Saba’, tapi gagal. Armada Gallus ketika itu hanya mampu menghancurkan Pelabuhan Aden untuk menjamin rute perdagangan Romawi ke India.
Selepas ekspedisi militer Romawi, kondisi politik di Yaman berada dalam kekacauan. Negeri itu akhirnya menjadi objek perebutan pengaruh dua suku besar, yaitu Bani Hamdan dan Bani Himyar. Sekitar akhir abad pertama Masehi, suku Himyar menganeksasi Kota Sana’a dari tangan Bani Hamdan. Selanjutnya, mereka juga berhasil menaklukkan Hadramaut, Najran, dan Tihama pada 275 M.
Sekitar 570 M, Dinasti Sasaniyah dari Persia menganeksasi Kota Aden. Di bawah pemerintahan imperium tersebut, sebagian besar daerah di Yaman memperoleh otonomi yang luas, kecuali Aden dan Sana’a. Era tersebut menandai runtuhnya peradaban Arab kuno di Yaman.
Selama lebih dari dua milenium sebelum kedatangan Islam, Yaman adalah rumah bagi serangkaian negara kota dan kekaisaran yang kuat dan kaya, yang kemakmurannya sebagian besar didasarkan pada kendali mereka atas produksi kemenyan danmur, dua komoditas paling berharga di dunia kuno, dan akses eksklusif mereka ke komoditas mewah non-Yaman seperti berbagai rempah-rempah dan bumbu dari Asia selatan dan bulu burung unta dan gading dari Afrika timur. Tiga kerajaan paling terkenal dan terbesar adalah Minaean (Maʿīn), Sabaean ( Sabaʾ, alkitabiah Sheba ), dan Ḥimyarite (Ḥimyar, disebut Homeritae oleh orang Romawi), yang semuanya dikenal di seluruh kawasan Mediterania kuno; periode kekuasaan mereka agak tumpang tindih, membentang kira-kira dari 1200 SM sampai 525 M.
Islam menyebar dengan mudah dan cepat di Yaman. Mungkin itu disebabkan abad kemerosotan ekonomi dan perilaku kejam, baik orang Yahudi maupun Kristen selama kurun itu. Nabi Muhammad saw mengirim menantu laki-lakinya sebagai gubernur, dan dua masjid paling terkenal di Yaman—yaitu di Janadiyyah (dekat Taʿizz ) dan Masjid Agung di Sanaa (dikatakan telah memasukkan beberapa bahan dari struktur Yahudi dan Kristen sebelumnya)—adalah dianggap sebagai salah satu contoh awal arsitektur Islam.
Kembali ke masa kini, sejak awal agresi yang dipimpin oleh Arab Saudi dan UEA, dengan partisipasi tujuh belas negara, dengan melakukan operasi udara, darat, dan laut selama hampir delapan tahun Yaman dihancurkan agar tetap miskin dan gagal. Akibat agresi brutal Saudi dan UEA itulah, situasi ekonomi memburuk, jaringan air memburuk, listrik memburuk, situasi keamanan memburuk.
Kekayaan provinsi selatan menjadi lebih rentan terhadap penjarahan. Selain Pulau Socotra yang masih dicaplok UEA, terdapat Selat Bab al-Mandab, Pulau Mayon yang terletak di dekatnya, sejumlah pulau, pelabuhan, gas utama fasilitas di Balhaf, dan sumur minyak di gubernuran selatan.
Terlepas dari fakta itu, orang mulia tak menghina agama, mazhab, daerah, negara, bangsa, suku, ras, bahasa, budaya, dan profesi apapun atas dasar fakta partikular individu-individu. Karena, hanya orang hina yang menghina(kan) dan hanya orang mulia yang memuliakan.
Kumpulan orang-orang mulia adalah kelompok mulia yang diekspresikan dalam aneka frasa; masyarakat mulia, bangsa mulia, komunitas mulia, dan sebagainya.
Allah mengecam sikap arogan individual dan komunal. “Hendaklah sebuah kelompok tidak mencela kelompok lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.” (QS. al-Hujurat: 11)
Tak seorang atau kelompok pun, baik berupa bangsa, suku, etnis, ras, dan lainnya yang berhak menghina dan merendahkan kelompok lainnya dengan dasar fakta atau klaim keunggulan ekonomi dan sebagainya.
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. al-Hujurat: 13)
Dalam ayat tersebut, Allah Swt menegaskan bahwa keunggulan apapun selain takwa adalah palsu dan irrasional. Karena takwa adalah entitas abstrak yang tak kasat mata. Maka tak ada yang berhak mengklaim keunggulan. Dan karena hanya Tuhan sebagai juri tunggal yang berhak menilai dan menentukan siapa yang unggul dalan ketakwaan maka dunia bukan arena penentuan. Sesama manusia secara individual dan komunal tak berhak merasa unggul dalam ketakwaan.
Ketakwaan adalah situasi intelektual dan spiritual yang merupakan kombinasi dua elemen entitas abstrak sebelumnya, yaitu iman (kepercayaan) dan amal (pengamalan). Karenanya, kepercayaan dan pengamalan mendahului ketakwaan.
Karena penentuan nilai ketakwaan dilaksanakan kelak di akhirat, maka dunia diciptakan sebagai arena tanding bagi setiap insan untuk mencapai nilai tertinggi ketakwaan dalam kebaikan.
“Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. al-Maidah: 48)
Karena kehidupan dunia adalah masa kompetisi dalam kebaikan, maka kompetisi selainnya adalah palsu. Dus, klaim keunggulan atas nama bangsa atas bangsa lain, suku atas suku lain, dalam keunggulan ekonomi, teknologi, kesejarahan adalah absurd dan nihil.
Alih-alih balapan mengklaim keunggulan sebagai bangsa dalam kesejahteraan dan lainnya, bangsa yang mulia lebih sibuk menegakkan keadilan, melawan hegemoni global demi mempertahankan independensi, kedaulatan dan kehormatan sebelum kesejahteraan dan kemajuan teknologi dan lainnya. Inilah nasionalisme yang selaras dengan kerendahan hati dan kehormatan.
ML 16112022