Keputusan Pemerintah, sebagai pihak yang secara konstitusional dipercaya mengelola negara dan mengurusi rakyat, soal timnas adalah keputusan Negara yang mengikat.
Sebenarnya keputusan menolak juga menerima timnas Israel dalam turnamen Piala Dunia yang semula direncanakan penyelanggarannya di Indonesia tak perlu didasarkah pada sikap Dubes Palestina, karena
1. Dubes Palesina untuk Indonesia berasal dari Pemerintah otonom yang dipegang oleh faksi pro kompromi Fatah di Tepi Barat yang secara objektif tidak merepresentasi mayoritas bangsa Palestina, terutama di Gaza yang dikuasai oleh Hamas;
2. Menentang rezim Israel dan mendukung kemerdekaan Palestina bukanlah persoalan Palestina secara spesifik dan eksklusif karena isu sentralnya adalah menentang penjajahan dan semangat menghapusnya di dunia oleh siapapun terhadap siapapun di manapun. Suatu saat bila Palestina merdeka sebagai sebuah bangsa dan negara lalu menjajah negeri lain, maka ia harus ditentang, tanpa membedakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduknya
Terlepas dari keputusan itu tak menjangkau pikiran yang tersimpan dalam benak dan tak mengubah ilegalitas rezim Istael yang telah ditetapkan oleh banyak elemen bangsa berdasarkan interpretasi logis atas sila kedua Pancasila.
Pernyataan bahwa sepakbola tak boleh dicampur dengan politik bisa diterima. Penjajahan bukan masalah politik juga bukan masalah agama. Ini adalah masalah kemanusiaan.
Turnamen sepakbola dunia adalah momen simbolik bagi setiap bangsa melalui timnasnya untuk mengekspresikan nasionalisme. Karena membawa nama negara, setiap pemainnya adalah duta ideologis negara. Ini bukan hanya soal olahraga, tapi soal eksistensi bangsa dan negara. Timnas Israek pun punya tendensi itu.
Ini juga bukan cuma soal bola atau olahraga tapi soal “timnas”. Timnas adalah akronim tim nasional. Nasional adalah kata ejektif dari nation yang berarti bangsa. Bangsa adalah masyarakat yang diikat oleh sebuah konstitusi dan negara. Negara adalah institusi pemerintahan yang berlaku di atas sebuah wilayah tanah. Jadi, bukan cuma soal ngejar dan menendang bola. Ini masalah nasionalisme.
Sekadar ikut turnanen karena menang lelang sebagai tuan rumah tak menjamin peningkatan kualitas persepakbolaan di Tanah Air. Solusi realistis adalah rekrutmen profesional yang berasas keunggulan talenta dan skill, bukan nepotisme dan mengupgrade mental profesional dan spirit bela negara para kandidat pemain, bukan naturalisasi semata,
Batal jadi tuan rumah memang sesuatu yang disayangkan. Semoga ada solusi terbaik. Apapun yang terjadi, amanat konstitusi lebih utama.
ML 290323