Meneliti budaya Islam di Nusantara khususnya busana sorban dan gamis adalah pada hakekatnya merupakan bagian dari budaya di negeri ini. Hanya saja di Indonesia demikian juga negara-negara non Arab lainnya termasuk Iran, Turki, Malaysia secara tradisional sorban, gamis atau jubah ini adalah kostum eksklusif yang kerap digunakan oleh Ulama, Kyai, atau Ustadz.
Mungkin pakaian tersebut paling tidak untuk memudahkan bagi masyarakat setempat dalam membedakan mana Kyai dan mana yang bukan. Bahkan dulu masyarakat di sebagian kampung di Indonesia jangankan sorban yang dianggap pakaian ulama, kopiah putih atau yang biasa disebut songkok Haji saja mereka enggan memakainya kecuali mereka sudah berhaji. Dan itu adalah tradisi kaum muslimin yang menjadi budaya Islam keindonesiaan. Jadi bukan karena meniru Arab atau menganggap pakaian ini lebih Islami tetapi itu termasuk kekayaan budaya Indonesia yang memang memiliki klasifikasi budaya sesuai sosial kemasyarakatannya.
Akan tetapi khusus gamis dan sorban ini pada akhirnya terjadi pergeseran, mungkin karena munculnya sebagian orang yang ingin meng-kiyaikan diri atau supaya dianggap lebih islami lalu mereka pun turut mengenakan sorban dan gamis itu, meski pada hakekatnya mereka tidak memiliki ilmu agama yang memadai, dan atau hanya semata-mata ingin meniru orang Arab.
Coba kita lihat di Arab, orang Arab di sana memakai sorban dan gamis apapun profesinya, dan tidak harus alim. Pedagang, tukang kayu, tukang batu, sopir dsb rata-rata mengenakan gamis dan sorban karena memang penampilan seperti itu menjadi budaya keseharian mereka.
Di Indonesia karena semangat sekelompok orang mengidentifikasi Arab dengan Islam maka muncullah orang-orang dengan atribut kearaban, mengenakan gamis dan sorban. Sehingga tadinya gamis dan sorban di sebagian negeri ajam secara budaya adalah pakaian ulama, maka kini sekelompok orang awam juga turut memakainya. Bahkan di Indonesia tukang parkir jalanan pun sudah biasa kita lihat pake gamis, jubah dan bersorban, dan kini dengan pakaian ini banyak kita lihat orang dipinggir-pinggir jalan sambil meminta-minta sumbangan.
Itulah, karena memang di negeri kita orang memilih pakaian itu bebas. Pakaian tradisional Ulama tidak seperti pakaian polisi atau seragam PNS yang dilindungi, tidak boleh sembarang gadungan memakainya. Semakin kesini pakaian gamis dan sorban sudah menjadi pakaian tradisional keislaman di Indonesia seperti baju koko yang mengambil model busana Cina. Begitulah budaya datang dan pergi saling mempengaruhi dan memperkaya sebuah komunitas bahkan bangsa.
Kecuali itu, karena kualitas keilmuan seorang Ulama masih lebih dibutuhkan dari pada sekedar atribut pakaian.
18012022
Albafmu