Oleh:Siswoyo Arismunandar (Pemerhati Budaya dan Sosial)
Seseorang di depan seorang perwira polisi yang menjadi tamunya membuat konten video
dengan maksud menyertakannya meski terlihat canggung.
Dalam video itu dia membuat konten ujaran kebencian rasial yang menyasar keturunan Arab di Indonesia dalam rangkain diksi sejumlah tak patut disebufkan di sini. Nampaknya dalam video ini dia menumpahkan kekesalan akibat insiden yang dialaminya beberapa waktu lalu terkait dengan sikap dan pandangannya tentang isu sensifif ini.
Tragisnya, nama Fuad yang disandangnya tidak asli -sesuai pemahamannya tentang asli, apalagi asli sendiru tak asli dan berpenampilan kearab-araban dan keyaman-yamanan dengan peci dan sarung juga selalu mengucapkan kalimat-kalimat Arab, seperti alhamdulillah dan sebagainya, apalagi kalau masih rajin sembahyang alias sholat. Alhasil, dirinya dan hidupnya dibentuk oleh banyak faktor “tidak asli”.
Terlepas dari itu, pembuat video tak menyadari efek kerusakan yang bisa timbul dari sebuah narasi kebencian. Dia tak paham bahwa mencemmooh satu ras berarti memasukkan setiap manusia dari ras itu dalam cemooh itu. Cemooh total itu bisa direspon dengan ragam persepsi dan aksi. Meski mengkaim supremasi dengan dalih asli, dia tak cukup memahami konsep yang mengkonstruksi Indonesia. Secara konseptual, dia tak cukup indonesia
Indonesia yang tersusun oleh banyak elemen adalah buah kontrak sosial dan dibangun di atas sejumlah faktor internal dan eksternal, antara lain bangsa, bahasa, budaya Indonesia yang tak lagi bisa direduksi dengan sentimen kesukuan dan kedaerahan. Siapapun tak bisa dan tak berhak mengecualikan satu individu, apalagi satu komunitas, dari Indonesia.
Salah satu elemen pembentuk Indonesia dan identitas terkuat sebuah bangsa dan negara adalah bahasa. Bahasa Indonesia, yang meskipun berbahan baku bahasa Melayu, bukan lagi bahasa Melayu sebagai suku atau rumpun suku dan daerah. Bahasa Indonesia adalah bahasa modern yang berdiri di atas kumpulan kata yang diserap dari banyak bahasa.
Bahasa nasional merupakan identitas terkuat sebuah bangsa melampaui kesukuan, kedaerahan dan etnisitas yang kini tidak bisa lagi dipandang sebagai entitas utuh dan otentik sebagai akibat asimilasi dan perkawinan lintas suku.
Bahasa Arab telah menjadi pemasok utama kosakata dalam bahasa Indonesia, sedemikian rupa sehingga ia pun tidak bisa diklaim sebagai milik satu suku, etnis dan daerah. Karena ia bukan lagi bahasa Melayu, meski bahan baku dan struktur gramatiknya adalah bahasa Melayu yang juga telah menyerap banyak kosakata Arab sebelum bahasa Indonesia dilahirkan dan ditetapkan sebagai bahasa bangsa atau bahasa nasional.
Warga asli Indonesia adalah setiap pemegang NIK yang berbahasa Indonesia dengan baik, bangga menggunakannya, mengimani keindonesiaan sebagai identitas kebangsaannya yang tertuang dalam Pancasila dan UUD tanpa menegasinya dengan identitas kesukuan, kedaerahan dan etnisitas dan keyakinan masing-masing.
Dengan semua warisan aneka budayanya, bangsa Indonesia adalah entitas modern yang dibentuk dan ditetapkan oleh fakta sejarah kemerdekaan, bukan oleh kehendak satu kelompok suku dan ras. Inilah Indonesia yang berdiri di atas kebhinnekaan suku, daerah dan ras sekaligus keekaan atau kesatuan bangsa, bahasa, tanah dan asas.
Berdasarkan pernyataan Deputi Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Ibu Herawati Sudoyo,
dalam wawancaranya dengan Tempo Media, pribumi adalah orang yang menghuni suatu kawasan sejak lama, sementara penduduk yang saat ini mendiami Indonesia berasal dari beberapa titik migrasi. Artinya, semuanya bisa dianggap imigran.
Komunitas alawi (habaib) dan non alawi adalah individu-individu majemuk dan berlainan dalam pandangan, sikap, karakter, status sosial, tidak dipertemukan oleh satu pemahaman dan aliran keagamaan dan sikap politik.
Adanya beberapa warga alawi atau keturunan Arab Yaman yang dianggap melakukan perbuatan salah dan buruk atau melanggar hukum dalam aneka kasus bahkan melakukan aksi yang mengganggu stabilitas dan semacamnya karena pemahaman keagamaannya atau pandangan politiknya adalah tindakan individu sebagaimana tindakan individu warga dari suku lainnya, bukan tindakan seluruh komunitas alawi juga bukan tindakan semua komunitas keturunan Arab Yaman (non alawi).