INDONESIA TODAY, Jakarta – Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menyatakan adanya tambahan korban jiwa dari kasus gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak. Tingkat kematian atau fatality rate-nya mencapai 55 persen.
Budi menyatakan sejauh ini pihaknya mencatat terdapat 241 kasus di 22 provinsi. Korban jiwa mencapai 55 persen atau 133 anak.
“Kita sudah identifikasi telah dilaporkan adanya 241 (kasus) di 22 provinsi,” kata Budi Gunadi Sadikin di Gedung Adhyatama Kemenkes RI, Jumat, 21 Oktober 2022.
Kasus gangguan ginjal meningkat sejak Agustus 2022
Budi menyatakan data tersebut merupakan jumlah kasus dan korban selama Januari-Oktober 2022. Menurut dia, kasus ganggun ginjal sebenarnya selalu ada, namun jumlah kasus ini meningkat dalam sekitar tiga bulan terakhit.
“Jadi meninggal karena AKI (Acute Kidney Injury) selalu terjadi cuma jumlahnya kecilnya, enggak pernah tinggi”, kata dia.
Dugaan Kemenkes soal penyebab melonjaknya kasus ini
Soal penyebab meningkatnya kasus gagal ginjal akut dalam beberapa bulan terakhir, Budi Gunadi Sadikin menyatakan Kemenkes memperkirakan 75 persen karena senyawa kimia kandungan polietelin glikol. Kandungan itu, kata Budi, bisa menimbulkan senyawa berbahaya seperti etilen glikol (EG) dan Dietlien Glikol (DEG).
Kandungan EG dan DEG itu diduga masuk ke tubuh anak melalui berbagai obat sirup. Kemenkes sejauh ini telah berhasil mngidentifikasi 91 obat sirup yang dikonsumsi anak-anak tersebut sebelum dinyatakan mengalami gangguan ginjal akut.
“Kita 75 persen sudah tahu kira-kira yang sebabkan itu ini (EG dan DEG), kita larang untuk diresepkan dan kita larang untuk dijual di apotek-apotek”, kata Budi.
Kasus yang sama ditemukan di Gambia
Budi juga mengatakan senyawa kimia ini sama dengan kasus yang ditemui di Gambia, namun sumber obatnya berbeda. Selain itu, pasien yang ada di RSCM, kata Budi, di dalam darahnya ditemukan cemaran etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether dari hasil tes yang dilakukan.
“Ternyata dari anak-anak yang kita tes di RSCM, dari 11 (anak), 7 anak positif memiliki zat kimia berbahaya yaitu etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether” ujarnya.
Budi menjelaskan, bila senyawa kimia tersebut masuk dalam tubuh, mampu merusak fungsi ginjal karena berubah menejadi kristal-kristal tajam yang merusak ginjal.
“Kalau masuk ke ginjal jadi kristal kecil tajam-tajam sehingga rusak ginjalnya. Nah, 7 dari 11 balita (di RSCM) ternyata ada senyawa kimia. Ternyata ginjal-ginjalnya rusak karena adanya asam oksalat. Jadi itu logikanya,” kata dia.
Kementerian Kesehatan sebelumnya telah mengimbau kepada seluruh tenaga kesehatan untuk menghentikan pemberian obat sirup kepada anak. Hal itu merupakan langkah antisipasi untuk mencegah semakin banyaknya korban berjatuhan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Kamis kemarin, 20 Oktober 2022, juga telah memerintahkan untuk menarik lima obat sirup dari peredaran. Penarikan itu karena obat tersebut dinilai memiliki kandungan Etilen Glicol dan Dietilen Glicol yang melebihi ambang batas aman. Meskipun demikian, BPOM menyatakan belum bisa memastikan apakah kasus gagal ginjal akut anak disebabkan oleh konsumsi obat-obatan tersebut.
GADIS OKTAVIANI