Nov 27, 2024
spot_img

Dokter Sunardi Tersangka Teroris Wahabi Di Tembak Densus 88

Polri menegaskan bahwa dokter Sunardi (SU) sudah berstatus sebagai tersangka sebelum petugas berupaya menangkapnya pada Rabu lalu (9/3). Menurutnya, Densus telah memiliki cukup bukti terkait dugaan tindak pidana terorisme yang melibatkan Sunardi.

Diketahui, dokter Sunardi juga tewas ditembak petugas kepolisian karena dianggap membahayakan petugas dan masyarakat saat ingin ditangkap.

“Status tersangka, status dokter Sunardi sebelum dilakukan penangkapan adalah tersangka tindak pidana terorisme, bukan terduga,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Jumat (11/3).

Ramadhan menyebut dokter Sunardi teridentifikasi sebagai salah satu anggota dari jaringan terorisme Jamaah Islamiyah (JI). Menurut Ramadhan, Sunardi turut aktif dalam yayasan sayap JI yaitu ilal Ahmar Society Indonesia (HASI) yang telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang.

Dokter Sunardi yang tewas saat ditangkap Densus 88 Antiteror, ternyata adalah seorang difabel. Selama ini dia harus berjalan dengan alat bantu karena mengalami cedera saat gempa Jogja.
Pada gempa yang terjadi pada 2006 itu, Sunardi menjadi salah satu relawan yang terjun langsung membantu korban bencana.

Saat itu dia mengalami kecelakaan yang membuat kakinya cedera sehingga harus menggunakan alat bantu berjalan seumur hidupnya.

Sunardi ditembak mati anggota kepolisian saat proses penangkapan pada Rabu lalu (11/3). Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan dokter Sunardi melakukan perlawanan secara agresif saat dilakukan penangkapan.

“Yaitu dengan menabrakkan mobilnya ke arah petugas yang sedang menghentikan tersangka,” kata Ramadhan kepada wartawan, Kamis (10/3).

Siapa Dokter Sunardi? Berikut Profil Terduga Teroris yang Ditembak Mati Densus 88

Belakangan ini publik penasaran siapa sebenarnya dokter Sunardi, terduga teroris yang ditembak mati Tim Densus 88 Antiteror.

Dikutip dari berbagai sumber, Sunardi adalah seorang dokter dari Sukaharjo yang membuka praktik di sebuah pondok pesantren dan rumah pribadinya.

Dokter Sunardi ditembak mati oleh Densus 88 ketika ia sedang dalam perjalanan pulang dari klinik di Pondok Pesantren Ulul Albab. Ponpes Ulul Albab dikenal sejak menampung keluarga teroris bom Bali. Ponpes Ulul Albab, adalah Ponpes Wahabi dan Intoleran

Lahir di Sukoharjo pada tanggal 10 Mei 1968, Sunardi dikenal beberapa warga sebagai sosok dokter yang jarang bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.

Dokter terduga teroris ini tinggal di Darmosari, Kelurahan Gayam, Kecamatan atau Kabupaten Sukoharjo.

Berdasarkan keterangan dari kartu identitasnya, dokter berusia 58 tahun tersebut sudah menikah.

Ponpes Ulul Albab di Sukoharjo ini tetap berkembang walaupun terkena stigma karena pernah menampung keluarga teroris pelaku Bom Bali.

Stigma negatif Ponpes Ulul Albab

Setelah serangan bom Bali I pada 2002, Ulul Albab menjadi perhatian, karena istri beberapa pelaku bom yang menyebabkan 202 orang tewas menitipkan anaknya ke sini. Mereka adalah istri dari Amrozi, Imam Samudra, Mukhlas atau Ali Gufron dan Dulmatin.

Mereka sempat tinggal di kampung itu. Kemudian menyusul istri Urwah dari kelompok Noordin M Top. Namun kini hanya tinggal istri Dulmatin yang menetap karena memang memiliki tanah di desa itu.

“Setiap kali ada kasus terorisme meski terjadinya jauh di luar Jawa sana, selalu ada yang datang ke sini entah dari polisi maupun tentara (TNI), padahal kami tak punya hubungan dengan kejadian itu,” ujar Abdul Halim, salah seorang pimpinan Ponpes Ulul Albab.

Meski sering dikaitkan dengan kasus terorisme, mereka memilih diam dan tak berusaha melakukan klarifikasi. Mereka juga tak khawatir image itu mempengaruhi berkurangnya minat orang tua menyekolahkan anaknya di Ulul Albab.

Ketika ditanya apakah pernah mendapatkan program deradikalisasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Shoimin menjawab, “Lha, apa kita radikal to? Wong kita gak radikal.”

Jaringan dan Afiliasi Pesantren Ngruki

Namanya Pesantren Al-Mu’min. Didirikan pada 1972 oleh enam orang: Abdullah Sungkar, Abu Bakar Ba’asyir, Abdullah Baraja’, Yoyok Rosywadi, Abdul Qohar Daeng Matase, dan Hasan Basri. Lokasinya di Dukuh Ngruki, Kelurahan Cemani, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Menurut Fuaduddin (2017), ada tiga latar belakang eksponen utama Al-Mukmin: alumni Gontor, alumni Persis Bangil, dan Al-Irsyad. Ba’asyir, Baraja, Farid Ma’ruf, Yoyo Ruswandi, Aris Raharjo, dan Wahyudin adalah alumni Gontor.

Sungkar, Baraja, dan Ba’ayir berlatar belakang Al-Irsyad, organisasi keturunan Arab non-Habaib. Ahmad Husnan, Muhammad Ilyas, dan Suwardi adalah alumni Pesantren A Hasan Bangil. Tali simpul dari ketiga jaringan ini adalah DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia). Sungkar dan Ba’asyir direkrut M. Natsir menjadi pimpinan DDII Surakarta pada 1970an. Ketiga alumni Bangil itu, sebelum di Ngruki, adalah aktivis DDII.

Pesantren Ngruki identik dengan Sungkar dan Ba’asyir. Keduanya kabur ke Malaysia setelah diburu aparat karena menolak asas tunggal Pancasila. Baraja tidak ikut pergi ke Malaysia. Bersama dengan Danu Muhammad Hasan, dia adalah pentolan Komando Jihad. Keluar masuk bui selama 20 tahun, Baraja bebas pada 2000.  Dia mendirikan Khilafatul Muslimin pada 1997. Pusatnya di Teluk Betung, Bandar Lampung.

Dia mengangkat dirinya sebagai Khalifah atau Amirul Mukminin. Di kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, anak buah Baraja mendirikan Kampung Khilafah seluas 5 hektar. Mereka juga bersiap membangun Rumah Sakit. Dengan organisasi barunya, Baraja menolak cara kekerasan. Di sini dia bersimpang jalan dengan dua koleganya, Sungkar dan Ba’asyir, pendiri Jamaah Islamiyah (JI). JI membekali kader-kadernya dengan kemampuan askariah (militer).

Pesantren Ngruki mengajarkan doktrin pemurnian ala Salafisme Wahabi. Dalam fikih, mereka tidak mau terikat madzhab.

Dalam akidah, mereka menganut paham pemurnian tauhid dan menolak konsep tauhid Asy’ari-Maturidi. Mereka membagi tauhid menjadi tiga: ulûhiyah, rubûbiyah, dan asmâ’ wa al-sifât. Konsep lainnya adalah al-wala’ wa al-bara’: cinta kepada sunnah dan membenci bid’ah. Mereka menolak tarekat dan menganggapnya sebagai bid’ah. Kitab fikih yang digunakan adalah Minhâjul Muslim karya Abu Bakar Jabir al-Jazâiri. Ia termasuk  ulama Wahabi yang tidak mau terikat mazhab.

Dalam tauhid, mereka menggunakan kitab Fathul Madjîd/kitab Al-Tauhîd karya Muhammad bin Abdul Wahhab dan kitab tauhid karya Shalih bin Fauzan. Di bidang tafsir, mereka menggunakan Tafsîr Ibn Katsîr. Dalam politik, mereka mengajarkan kitab Al-Islâm karya Said Hawwa. Dia tokoh militan IM yang menolak nasionalisme dan semua sistem selain Islam. Doktrin jihad ditanamkan melalui jargon ‘Isy kariman aw mut syahidan’ (hidup mulia atau mati syahid). Pesantren Ngruki menggemakan jargon Iman, Hijrah, dan Jihad. Ini persis seperti doktrin yang dikembangkan Kartosoewirjo.

Al-Mukmin Ngruki heboh setelah para alumninya terlibat terorisme. Alumni Ngruki adalah salah satu sumber rekrutmen JI. Sumber lainnya adalah alumni Pesantren Lukmanul Hakim, Johor, dan Pesantren Lukmanul Hakim, Kelantan, Malaysia. Dua pesantren ini dibentuk Sungkar dan Ba’asyir dalam pelariannya ke negeri Jiran. Sumber lainnya adalah para TKI ilegal di Malaysia. Dari Malaysia, mereka mengirim kader-kadernya ke Afghanistan. Setelah Reformasi, terjadi sejumlah teror bom. Pelakunya alumni Ngruki dan Afghanistan. Mereka, antara lain, Indrawarman alias Toni Togar yang terlibat bom Natal tahun 2000.

Nama lainnya Ali Ghufron, Ali Amrozi, dan Ali Imron. Ketiganya bersaudara, dijuluki Trio Bomber Tenggulun, terlibat bom Bali. Nama lainnya Farhan Mujahidin, Muchsin Tsani, dan Firmansyah. Ketiganya jebolan  Ngruki 2005-2008. Ada juga Utomo Pamungkas alias Fadlullah Hasan alias Mubarok, terlibat bom Bali dan divonis seumur hidup. Nama lainnya yang tidak kalah kondang adalah Fathurrohman Al Ghozi, alumnus Ngruki 1986, yang ditembak mati di Filipina pada 2003.

Ada juga Zulkarnaen, dedengkot JI, yang baru ditangkap aparat. Nama lainnya: Asmar Latin Sani, terlibat bom JW Marriot 2003, dan Hutomo Pamungkas alias Mubarok, terlibat bom Bali I. Aris Munandar, pentolan KOMPAK (Komite Penanggulangan Krisis), terlibat kerusuhan di Ambon dan Poso. Dia alumni Ngruki dan Afghanistan angkatan IX/1990. Namanya sempat masuk daftar teroris versi PBB atas usulan AS. Kini dia ketua DDII Jawa Tengah.

Ngruki mungkin mengajarkan cara pandang yang radikal tentang Islam, tetapi tidak lalu semuanya jadi teroris. Ikatan Alumni Pondok Pesantren Al Mukmin (IKAPIM) Ngruki kumpul tahun 2006. Mereka minta maaf jika rekan-rekannya melakukan aksi terorisme. Mereka menyebutnya sebagai tindakan kriminal.

Sebagian alumni Ngruki bergerak di bidang pendidikan dengan mendirikan pesantren. Kurikulum dan ajarannya mengadopsi Al-Mukmin. Ada sejumlah pesantren yang terafiliasi dengan Ponpes Ngruki.

1. PP Al Islam, Tenggulun, Lamongan

Pesantren ini didirikan oleh keluarga terpidana teror bom Bali I: Ali Ghufron, Ali Amrozi, dan Ali Imron. Ali Ghufron dan Ali Imron alumni Ngruki dan Afghanistan. Adiknya, Ali Fauzi, alumnus Lukmanul Hakim Johor, Malaysia dan Mindanao, Filipina. Pesantren Al Islam didirikan dan diasuh oleh Muhamad Chozin, kakak Amrozi, pada 1993. Lokasinya di Desa Tenggulun, Solokuro, Lamongan. Visinya menegakkan syariat Islam secara kaffah. Tahapannya dakwah, lalu tarbiyah, kemudian jihad. Di pintu atas kelas santri terbentang tulisan ‘Islam is My Life, Jihad is My Way.’

Sebelum heboh dengan Bom Bali Oktober 2002, pesantren ini mengajarkan I’dad (persiapan perang melalui latihan beladiri) bagi santri. Mereka tidak mau Agustusan dan menolak mengibarkan bendera merah putih. Santri-santrinya dididik membenci aparat. Salah satu alumninya bernama Wildan Mukhallad. Pemuda asal Tenggulun ini bergabung dengan ISIS dan menjadi pelaku bom bunuh diri di Irak pada 2014. Kini Al Islam berbenah. Melalui Ali Fauzi, Al Islam menjadi salah satu pilot project program deradikalisasi. Dia mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) pada 2016. Namun, tidak selalu inisiatif ini disambut baik. Para koleganya mencap Ali Fauzi murtad. Tapi prakarsa Ali Fauzi ini telah mendapat pengakuan dan apresiasi banyak kalangan.

2. PP Al Ikhlas, Brondong, Lamongan

Pesantren ini didirikan oleh Azhari Dipo Kusuma, alumni Ngruki. Lokasinya di Sedayulawas, Brondong, Lamongan, sekitar 20 Km dari Pesantren Al Islam Tenggulun. Dipo pernah diterungku enam tahun karena membantu pelarian Ali Imron, terpidana bom Bali. Dia bebas pada Desember 2006. Dia tidak setuju, bahkan anti, dengan gerakan deradikalisasi yang dilakukan Ali Fauzi. Dipo sel JI yang masih aktif. Seiring dengan penangkapan sel-sel aktif JI di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, Densus menangkap kembali Dipo pada Agustus 2021. Dia diduga ikut menyeponsori pengiriman kader-kader JI ke Suriah.

3. PP Nurussalam, Cikoneng, Ciamis

Pesantren ini didirikan pada 1988 oleh beberapa orang, tetapi figur utamanya adalah Abdul Hadi dan Wahyudin. Wahyudin orang penting di Al-Mukmin Ngruki. Dia adalah menantu Abdullah Sungkar dan kemudian menjadi mudir (direktur) di YPIA Al Mukmin. Dua-duanya alumni Gontor dan berkomitmen membangun pesantren di kampung halamannya. Pesantren ini berlokasi di Desa Kujang, Cikoneng, Ciamis.

Nurussalam jadi sororan seiring penangkapan teroris bernama Anton pada akhir Desember 2013. Dia terlibat sejumlah kejahatan teror: bom Beji Depok, penembakan polisi di Pondok Aren, dan otak perampokan (fa’i) BRI Panongan, Tangerang. Dia konon latihan membuat bom di Pesantren Nurussalam. Setelah wafatnya Wahyudin, yang dimakamkan tidak jauh dari pesantren Nurussalam, pesantren ini berupaya memperbaiki citra. Andy Ali Fikri, putra Abdul Hadi, pendiri pesantren, menyatakan NKRI harga mati.

4. PP Daarusy Syahadah, Simo, Boyolali

Pesantren ini didirikan Mustaqiem, alumnus Ngruki. Lokasinya di Kedunglengkong, Simo, Boyolali. Pesantren ini jadi sorotan sejak salah satu alumninya, Salik Firdaus, menjadi pelaku bom Bali II pada Oktober 2005. Sebelumnya, tiga alumninya: Muhammad Syaifuddin, Anwar Assidiqi, dan David Pintarto, ditangkap di Pakistan pada 2003 karena terlibat jaringan terorisme.

Ketiganya dikirim kuliah ke Pakistan karena lulusan terbaik dari pesantren ini. Mereka dideportasi bersama Rusman Gunawan, adik Hambali, dengan tuduhan membantu aliran dana jaringan teroris. Alumni lainnya, Yassir Abdil Bar alias Fais dan Gempur Budi Angkoro alias Jabir, berurusan dengan aparat, masing-masing ditangkap dan ditembak mati pada 2008. Keduanya menjadi bagian dari jaringan Noordin M Top. Sebelum di Daarusy Syahadah, Jabir menempuh pendidikan di Ngruki 1993-1996. Dia adalah sepupu Fathur Rahman al-Ghozi. Ketika meletus bom JW Marriotz dan Ritz Carlton pada 2009, aparat mengawasi Daarusy Syahadah.

Polisi menduga pesantren ini menjadi salah satu tempat perakitan bom. Dalam sebuah pernyataan mengatasnamakan Amir Tandzim Al Qa’idah Indonesia, bom Ritz Carlton didekasikan untuk Jabir. Amaliyat Jihadiyah itu diberi nama ‘Sariyah Jabir.’ Alumni lainnya, Fajrin Selan bin Jalil Selan alias Fajrun dibekuk Densus 88 pada 2016. Dia berasal dari Ambon. Julukannya Taubatan Nasuha. Dia terlibat bom Thamrin dan diterungku lima tahun. Dia bebas awal 2021.

5. PP Darul Wahyain, Plaosan, Magetan

Pesantren ini diasuh oleh Muhammad Rosyid Ridho Ba’asyir, putra Abu Bakar Ba’asyir. Rasyid alumni Gontor dan Universitas Darul Hadis Al-Khairiyah, Mekkah. Didirikan pada 2009, Darul Wahyain berlokasi di Desa Sumberagung, Kecamatan Plaosan, Magetan. Pesantren ini menginduk kepada yayasan Ponpes Al Muslimun pimpinan Buchori Burhanudin. Buchori sejawat Ba’asyir di Gontor.

Tiga anak Buchori dipondokkan di Ngruki. Salah satunya Ubaid Al Lutfi Haidaroh Al Abu Jakfar alias Lutfi. Lutfi terlibat bom JW Marriot 2003. Bebas pada 2008, Lutfi kembali ditangkap pada 2010 karena terlibat pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar, yang diinisiasi Abu Bakar Ba’asyir. Bersama Dultamin, Lutfi adalah penggalang dana untuk diklat askariah yang dinamai Tandzim Al-Qaeda.

6. PP Al Muaddib, Pasuruhan Cilacap

Berlokasi di Pasuruhan, Binangun Cilacap, pesantren ini didirikan pada 2006 oleh Bahrudin Latif alias Baridin. Dia adalah mertua Noordin M. Top. Noordin jebolan akuntansi UTM (Universiti Teknologi Malaysia) dan santri di Ponpes Luqmanul Hakim, Johor, asuhan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir. Noordin hijrah ke Indonesia pada 2002 dan menikahi putri Baridin, Ariani Rahma, pada 2005. Ariani mengaku baru mengenal calon suaminya tiga jam sebelum pernikahan.

Kepada Ariani, Noordin mengaku bernama Ade Abdul Halim dari Makassar. Profesinya guru. Sejak 2003, Noordin memisahkan diri dari JI dan mendeklarasikan diri sebagai pemimpin Al-Qaeda Asia Tenggara. Ketika bom meledak di Mega Kuningan, Densus 88 menemukan sejumlah kantong plastik berisi serbuk belerang dan potasium di pekarangan rumah Baridin. Jenisnya sama seperti yang meledak di Ritz Carlton. Baridin juga adalah paman Saefudin Zuhri bin Djaelani alias Syaifuddin Jaelani.

Syaifuddin adalah perekrut tiga pelaku bom bunuh diri Ritz Carlton: Dani Permana, Nana Ikhwan, dan Ibrohim alias Boim. Syaifuddin ditembak mati Densus 88 di Ciputat pada Oktober 2009. Setelah buron, Baridin ditangkap Densus 88 bersama anaknya, Ata Sabiq Alim, di Garut pada Desember 2009. Keduanya divonis masing-masing lima dan empat setengah tahun. Baridin, yang menolak mengibarkan bendera merah putih di rumahnya, kini bebas dan telah kembali ke pesantren.

7. PP Darul Manar, Kediri dan PP Darul Akhfiya, Nganjuk

Ponpes Darul Manar diasuh Agus Mahmudi, anggota jaringan Noordin M Top. Lokasinya di Asmorobangun, Puncu, Kediri. Salah satu pengajar di pesantren ini adalah Baharudin Soleh alias Abdul Hadi. Bersama Jabir, alumnus Daarusy Syahadah, Baharudin terlibat dalam penyiapan bomber yang menyerang Kedutaan Besar Australia pada 2004.

Agus Mahmudi, pemimpin pesantren ini, terlibat pelatihan militer di Jalin Jantho, Aceh Besar. Dia ikut menyembunykan Noordin M Top. Dia ditangkap Densus 88 pada Juni 2010 bersama Abdullah Sonata dan Soghir di Klaten. Yuli Harsono, koleganya, ditembak karena melawan. Densus juga menggrebek kediaman mertuanya, Moeljono, dan menangkap beberapa orang. Agus divonis 5 tahun 6 bulan penjara. Pesantren lainnya yang terafiliasi adalah Darul Akhfiya, Kepuh, Kertosono, Nganjuk. Berdiri pada 2011, pesantren ini diasuh Nashiruddin Ahmad, alias Landung Tri Bawono, alumnus dan bekas mudir Darul Manar.

Pada November 2012, Nashir bersama 49 santri dan penghuni Darul Akhfiya digerebek dan diangkut ke  Polres Nganjuk, karena dugaan terlibat jaringan teroris. Aparat menyita sejumlah barang bukti berupa buku-buku jihad dan alat-alat perang seperti bambu runcing, pisau, mata panah, dan beton yang diruncingkan. Para santri—yang menamakan diri mereka sebagai Gamis atau Gabungan Masyarakat Islam—dipulangkan, tetapi pengasuhnya dijerat dengan kasus KTP ganda: nama Landung beralamat KTP Sukoharjo, nama Nasiruddin beralamat KTP Kediri.

8. Ma’had Aly An-Nuur, Baki, Sukoharjo

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor: 843/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim dalam perkara terdakwa Fauzan Al-Anshory menyebutkan, Ma’had Aly An-Nuur yang berlokasi di Waru-Gentan, Kecamatan Baki, Sukoharjo adalah bagian dari jaringan Jamaah Islamiyah. Beberapa pentolan JI, sebut saja Abu Fida alias Syaifuddin Umar, adalah pengajar di kampus ini.

Abu Fida alumnus Gontor, lalu mengajar di Ngruki dan An-Nuur. Setelah itu, dia belajar ke sejumlah negara di Timur Tengah. Sejak paruh akhir 1980-an, dia sudah ikut DI/NII, lalu JI dan menjadi Wakalah-nya di Jawa Timur. Terakhir, dia bergabung dengan ISIS. Bolak-balik dia berurusan dengan aparat dan masuk penjara./santrinews.



Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Berita Terbaru

sakarya bayan escort escort adapazarı odunpazarı escort