INDONESIA TODAY ONLINE – Isu gaduh nasab kembali mencuat ke permukaan, menciptakan polarisasi di tengah masyarakat. Kasus ini menjadi isu yang sarat dengan kepentingan politik, melibatkan kelompok-kelompok strategis, dan menyentuh proyek besar seperti PIK 2 (Pantai Indah Kapuk 2). Dalam narasi ini, kita melihat bagaimana kekuatan politik, ekonomi, dan identitas saling berkelindan, membentuk konflik yang tidak hanya bersifat sosial tetapi juga ideologis.
Pernyataan Hendropriyono dan Dampaknya
Sejak tahun 2019, pernyataan kontroversial Hendropriyono terkait dengan kelompok Habaib dianggap menjadi pemantik awal. Pernyataan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Prabowo Subianto, yang sejak dini mencium indikasi rasisme dan intoleransi dalam pernyataan tersebut. Kritik Prabowo menunjukkan adanya kesadaran akan bahaya politik identitas yang mengancam kohesi sosial bangsa.
Kelompok Habaib sebagai Target Politik
Dalam konteks ini, kelompok Habaib tidak hanya dipandang sebagai ancaman ideologis tetapi juga sebagai kekuatan moral yang besar dalam mendukung Anies Baswedan. Narasi radikalisme yang disematkan kepada kelompok ini, dengan dalih anti Pancasila dan ingin mengganti ideologi negara, seolah menjadi upaya sistematis untuk melemahkan basis pendukung Anies dan menjadikan Habaib sebagai musuh bersama. Hal ini menunjukkan bahwa konflik ini bukan hanya persoalan identitas/nasab semata, tetapi juga strategi politik untuk menjegal langkah-langkah oposisi.
Proyek PIK 2 dan Aroma Kepentingan Ekonomi dan Politik Kotor
Isu gaduh nasab tidak bisa dilepaskan dari konteks proyek besar seperti PIK 2 yang melibatkan Agung Sedayu Group. Proyek ini menjadi salah satu simbol kekuatan ekonomi yang diwarnai oleh kepentingan politik.
Dukungan beberapa aktor besar, pejabat, politisi, dan konglomerat termasuk oknum-oknum jenderal lainnya, memperkuat dugaan bahwa gaduh nasab tidak hanya tentang isu sosial, tetapi juga menyangkut kepentingan “ekonomi, politik dan budaya” dalam mengamankan proyek bernilai triliunan rupiah ini.
Kekuatan Moral dan Seruan Bersatu
Bagi kelompok Habaib, Muhibbin, dan umat Muslim lainnya, situasi ini menjadi momen penting untuk bersatu. Seruan untuk menolak PIK 2 dan meminta pertanggungjawaban hukum para aktor intelektual di balik gaduh nasab mencerminkan resistensi terhadap hegemoni kekuasaan dan ekonomi. Persatuan ini tidak hanya menjadi respons terhadap isu moral, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan struktural.
Arah Perubahan
Kasus gaduh nasab dan keterlibatan PIK 2 menggambarkan dinamika politik Indonesia yang kompleks. Di satu sisi, ada upaya untuk mempertahankan status quo dengan menggunakan isu identitas sebagai alat politik. Di sisi lain, ada resistensi dari masyarakat yang menginginkan keadilan dan transparansi. Jika isu ini tidak segera diselesaikan melalui jalur hukum yang adil, maka dampaknya dapat memperparah fragmentasi sosial dan politik di Indonesia.
Konflik ini adalah cerminan dari bagaimana kepentingan politik, ekonomi, dan identitas dapat saling memengaruhi. Keterlibatan para petinggi dalam isu gaduh nasab menunjukkan bahwa konflik ini tidak sesederhana yang terlihat di permukaan. Proyek besar seperti PIK 2 dan peran aktor-aktor utama di baliknya menjadi bukti bahwa ada kepentingan yang jauh lebih besar daripada sekadar isu moral. Sebagai masyarakat, penting untuk terus kritis dan menyuarakan keadilan agar konflik ini tidak berujung pada kerugian kolektif.
Depok, 22 Januari 2025
Gerakan Nasional Anti Kekerasan dan Intoleransi (GENERASI)