Habib Hamid bin Alwi bin Hud Alattas atau yang dikenal juga dengan sebutan Sayyid Kami’ (yang dicintai karena keilmuan, kewara’an, keikhlasan mengajar dan mendidik, serta merangkul semua orang) lahir pada tanggal 27 Juli 1933 di Manjopai, Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Habib Hamid merupakan putra dari Syarifah Rugayyah yang tidak lain putri dari Habib Alwi bin Abdullah Bin Sahl Jamalullail (Puang Towa berarti orang yang ditokohkan karena akhlak dan keilmuan juga karena sepuh umurnya)
Ia menikah dengan putri seorang bangsawan yang bernama Kanna Cora di Tanah Mandar. Dari pernikahan Habib Alwi bin Hud Alattas dengan Syarifah Ruqayyah lahirlah Habib Hamid bin Alwi bin Hud Alattas merupakan putra ke-5 dari 7 (tujuh) bersaudara.
Datuk (Kakek) Habib Hamid dari ibu bernama Habib Alwi bin Abdullah bin Sahl yang menyebarkan islam lewat pemahaman Tasawuf dan Thariqah Bani Alawi (Thariqoh Alawiyah) di Panjopai.
Sebagaimana tarekat-tarekat yang ada, Thariqah Bani ‘Alawi mempunyai tradisi, wasiat, amalan-amalan wirid, khirqah shufiyyah dan silsilah sanad keilmuan. Berbicara sanad keilmuan, Thariqah ini jelas sekali bersumber, berasal dari Sayyid ‘Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa al-Naqib bin Muhammad al-Naqib bin Ali al-‘Uraidhi bin Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal ‘Abidin bin Imam Husain bin Sayyidah Fatimah binti Nabi Muhammad Saw.
Dalam kitab Al-Manhaj Al-Sawiy Syarh Ushul Thariqah al-Sadah Al Ba ‘Alawi, Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Terdapat lima ajaran/pilar inti Thariqah Bani ‘Alawi yaitu :
- Ilmu (العلم) dengan sanad yang menyambung hingga ke sumber pintu Ilmu Rasulullah, Sayyidina Ali Karamallah wajhahu
- Amaliyah (العملية) mengamalan/tindakan
- Wara’ (الورع) menjaga diri dari hal-hal yang Syubhat
- Khauf’ (الخوف) takut, sebagai hasil dari pengenalan terhadap Allah Swt.
- Ikhlas (الاخلاص) menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang dituju dalam ketaatan dan perbuatan
Siapa pun yang sudah mengamalkan lima pilar tersebut, maka sudah termasuk dalam lingkaran Thariqah Bani ‘Alawi, walaupun tanpa baiat. Pun demikian tidak berarti Thariqah ini mengeyampingkan baiat. Baiat tetap berlaku, tetapi bukan sesuatu yang lazim. Thariqah ini lebih menekankan pada lima pilar dan mengikuti jalan ulama Bani ‘Alawi (para Habaib).
Bagi kalangan pemula pada umumnya, Thariqah ini mengajak mereka untuk mendekati Habaib (ulama Bani ‘Alawi), baik yang masih hidup atau yang sudah wafat (menziarahi maqam), dengan mengkaji sejarah perjalanan hidup mereka. Biasanya, hal itu dilanjutkan dengan membangun ikatan melalui talqin, kalimat tahlil pada setiap pengajian.
Bagaimana pun sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia selalu melibatkan peran Wali Songo. Menurut Bani ‘Alawi, jalur nasab Wali Songo itu bersambung kepada marga ‘Alawiyyin hingga ke Rasulullah saw. Mereka melakukan syiar Islam bukan dengan membawa bala tentara, melainkan dengan modal keimanan, akhlak, dan ilmu yang tinggi siap diamalkan sebagaimana yang diajarkan oleh leluhur mereka. Melalui mereka pula Thariqah Bani ‘Alawi tersebar di kepulauan Nusantara.
Thariqah Alawiyah yang diamalkan oleh Al-Marhum Habib Hamid saat di Pesantren Al-Masyhad Cijurey mengundang banyak ajengan Sunda belajar dan mendalami Ilmu serta mengamalkan dengan Amaliyah sesuai yang diajarkan oleh para datuknya Habib Alwi bin Abdullah bin Sahl Jamalullail. serta mengajarkan Kepada para santrinya agar berdakwah dengan metode dakwah Islam Wasathiyah yang mudah di terima oleh siapa pun.
Al-Marhum Habib Hamid Alattas merupakan Habib yang toleran, pro persatuan, egaliter dan tidak suka menonjolkan diri, meski berilmu dan berwawasan luar biasa dan mempunyai pengaruh yang luas di kalangan Habaib maupun kiai serta ajengan, tetap tidak memakai imamah, hanya berkopiah putih layaknya seorang ustaz.
Al-Marhum seorang ulama kutu buku (senang sekali dengan Kitab/buku) yang bergelar Habib antik karena kemanapun berceramah dan mengajar selalu membawa berjilid-jilid koleksi kitabnya.
Ia menjadi menantu tokoh besar di tataran Sunda, tepatnya di Kota Sukabumi dan menjadi sumber keilmuan para ajengan Jawa Barat, seperti Habib Syeikh bin Salim Alattas yang makamnya di Pesantren Al-Masturiyah Sukabumi.
Kegigihannya dalam berdakwah di Provinsi Jawa Barat membuahkan hasil dengan banyaknya kiai/ajengan berpengaruh di Jawa Barat. Selain itu juga banyak alumni Al-Masyhad Cijurey yang mendirikan pondok pesantren sekaligus menjadi pengasuh, seperti kiai Yusuf Salim Faqih Pondok Pesantren Baitul Arqom di Bandung, KH. Damanhuri Pesantren Al-Karimiyah di Depok, Habib Abu Bakar bin Hasan Alattas Az-Zabidi (Mufti Kesultanan Ternate, Pimpinan Majelis Ta’lim Az-Zabidi di Tanah Baru Kota Depok), Prof Murodi Guru Besar UIN Jakarta, KH. Abdul Bashit di Parung Bogor, Habib Ali bin Zein Al-kaff, Habib Hamzah Alatas, KH. Jayadi Amin, Lc Depok (SMK Yappa Depok), KH. Muhammad Shoheh (Yayasan Ummul Quro Cijurey) KH Syihabuddin Ahmad (Rois Syuriah PCNU Kota Depok), KH. Misbah (Al-Fiqoriyah Cilebut) dan banyak lainnya yang pada saat ini tersebar di Jabodetabek sebagai Tokoh Masyarakat.
Habib Hamid Alattas menghembuskan nafas terakhirnya sekitar pukul 23.45 WIB, Pada hari Kamis tanggal 6 Juni 2013 bertepatan dengan 27 Rajab. Makam Al-Marhum berada di area Masjid Al-Hikmah, Jl. Menpor kampung Arman Rt 01/007, Kelurahan Tugu Cimanggis, Depok. Masjid tersebut menjadi saksi sejarah sepak terjang dakwah beliau yang mengedepankan Islam Washatiyah (moderat) dengan akhlak yang penuh keramahan sesuai ajaran Thariqah Bani ‘Alawi (Thariqoh Alawiyah).
Penulis: Abdul Mun’im Hasan
Editor: Khoirum Millatin
Sumber: jatman. or. id