Belakangan ini status warga keturunan Arab mulai dibincang, komitmen kebangsaannya dipertanyakan bahkan kadang dicap sebagai penumpang dengan narasi cemooh rasial yang pedas sebagai reaksi terhadap sejumlah individu yang melakukan aksi negatif dan memberikan pernyataan ofensif. Padahal kerap kali perilaku buruk beberapa individunya merupakan akibat dari pola perlakuan orang-orang sekitarnya atau karena pemahamanan keagamaannya, bukan karena kesukuan dan garis keturunanya.
Karena narasi rasisme anti keturunan Arab dengan generalisasi cemooh tidak pernah logis dan beradab, maka tak perlu dirisaukan. Yang justru perlu dilakukan adalah memberikan wawasan faktual tentang anatomi Indonesia dari ragam aspeknya. Opini sentimen rasialisme mengungkap lemahnya pemahaman yang benar tentang proses terbentuknya masyarakat di wilayah yang beberapa abad kemudian diberi nama Indonesia.
Secara umum, sebenarnya manusia modern baru masuk ke Tanah Air pada Era Pleistosen. Nah, manusia pendatang ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu Melanesia dan Austronesia. Orang Melanesia datang sejak 50.000 tahun lalu. Melanesia mayoritas berasal dari Afrika dan biasanya bermata biru, menandakan bahwa sebenarnya hampir tak ada satupun dari wargs saat ini yang merupakan “pribumi” sejak awal, kecuali campuran dan gennya telah berkembang.
Meskipun istilah “Indonesia” kerap digunakan, banyak orang belum memahami pengertian “Indonesia”, asal usulnya, serta proses kesejarahan dan kaitannya dengan bangsa (bangsa Indonesia), negara (Negara Indonesia), bahasa (bahasa Indonesia), dan budaya (budaya Indonesia). Sebagian orang menganggap Indonesia sebagai fakta natural yang telah tercipta sejak dahulu, padahal ia terkonstruksi selama perlawanan terhadap kolonialisme Belanda.
Bangsa Indonesia
Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, ideologi, budaya, sejarah, dan tujuan. [] Mely G.2008. Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.43]
Mereka umumnya dianggap memiliki asal usul keturunan yang sama. Disebutkan juga sebagai “a fully mobilized or institutionalized ethnic group”. [Mely G.2008. Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.43]
Sebagian dari bangsa disebut setara dengan grup etnis (lihat Nasionalisme etnis dan Negara kebangsaan) dan beberapa juga dianggap setara dengan sebuah afiliasi konstitusi sosial dan politik (lihat Nasionalisme sipil dan Multikulturalisme). [Eller (1997). Eller, Jack David (1997). “Ethnicity, Culture, and “The Past””. Michigan Quarterly Review. 36 (4). hdl:2027/spo.act2080.0036.411[.
Sebuah bangsa didefinisikan juga sebagai komunitas politik-budaya yang telah sadar akan Otonomi, persatuan, dan kesamaan kepentingan. Dalam Hukum internasional bangsa adalah terminologi dari Negara berdaulat. [Anthony D. Smith (8 January 1991). The Ethnic Origins of Nations. Wiley. p. 17. ISBN 978-0-631-16169-1.]
Pada dua dasawarsa awal Abad ke-20, istilah “Indonesia” mulai dipopulerkan para cendekiawan untuk membangun rasa kebersamaan dan nasionalisme. Keindonesiaan memberi mereka titik temu walaupun mereka berasal dari latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda.
Istilah ini kemudian digunakan untuk siapa saja yang menolak kolonialisme Belanda, entah itu orang “pribumi”, keturunan Tionghoa, India, Arab, dan Eropa. Alhasil, siapa pun yang membela kemerdekaan Indonesia dapat dikategorikan sebagai “orang Indonesia”. Tapi dalam perkembangannya, kita tahu beberapa kalangan yang dianggap “bukan pribumi” seringkali dipinggirkan.
Orang Hindia atau Indonesia adalah siapa saja yang menganggap Hindia atau Indonesia sebagai tanah airnya, tanpa peduli apakah dia orang Indonesia totok atau keturunan (Tionghoa, Belanda, atau Eropa). Siapa pun warga negara Indonesia adalah orang Indonesia [Utomo, Wildan Sena. April 2014. “Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal: Pemikiran Soewardi Suryaningrat, Tjiptomangoenkusumo, dan Douwes Dekker 1912-1914”.]
Pemikiran di atas dipengaruhi dari pandangan Tjipto Mangoenkoesoemo bahwa nation Hindia atau Indonesia terdiri dari berbagai macam golongan (termasuk peranakan Tionghoa, Eropa, dan Arab) yang menganggap Indonesia sebagai tanah airnya dan secara giat memajukan tanah airnya. Mereka yang mengedepankan kepentingan negara asing tidak dapat dikatakan sebagai bagian dari orang Indonesia. [Suryadinata, Leo. 2010. Etnis Tionghoa dan nasionalisme Indonesia: Sebuah Bunga Rampai 1965-2008. Penerbit Buku Kompas].
Pada 1998, Presiden BJ Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 yang menghapus penggunaan istilah “pribumi” dan “non-pribumi” dalam segala jenjang peraturan pemerintahan di Indonesia. Istilah “pribumi” dan “non-pribumi” sesungguhnya tidak disebutkan dalam GBHN, dan istilah yang lebih sering digunakan adalah “orang Indonesia asli”. Tidak dijabarkan secara terperinci tentang maksud dari “asli” dalam istilah tersebut.
Upaya pembersihan konstitusi negara dari istilah-istilah rasis mulai digalakkan pada permulaan 2000-an. Pada Amandemen Kedua UUD 1945 tahun 2000, kata “orang Indonesia asli” dihapuskan dari Pasal 26 dalam Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk. Pada Amandemen Ketiga UUD 1945 tahun 2001, kata “orang Indonesia asli” dihapuskan dari Pasal 6 tentang presiden dan wakil presiden Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan juga tidak lagi menyebut kriteria ras dan etnik. Hal ini menegaskan bahwa semua warga negara di Indonesia memiliki kesempatan dan kedudukan yang sama tanpa membedakan ras atau suku dari mana mereka berasal.
Negara Indonesia
Suatu negara adalah organisasi politik wajib dengan pemerintahan terpusat yang mempertahankan monopoli atas penggunaan kekuatan secara sah dalam wilayah geografis tertentu. [Salmon, 2008: p. 54 Error in webarchive template: Check |url= value. Empty.]
Negara dapat dibedakan dari pemerintah. Pemerintah adalah kelompok orang tertentu; birokrasi administratif yang mengendalikan aparatur negara pada waktu tertentu.[Bealey, Frank, ed. (1999). “government”. The Blackwell dictionary of political science: a user’s guide to its terms. Wiley-Blackwell. hlm. 147. ISBN 978-0631206958. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 May 2016.[.
Banyak pula orang yang mengira istilah “Negara Indonesia” hanya bermakna wilayah darat, laut, dan udara tertentu. Padahal, negara adalah organisasi politik wajib dengan pemerintahan terpusat yang mempertahankan monopoli atas penggunaan kekuatan secara sah dalam wilayah geografis tertentu. Tanah, air, dan udara cuma elemen-elemen negara.
Bentuk negara yang dianut oleh Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 adalah kesatuan. NKRI adalah negara yang berbentuk kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik dengan nama negara Indonesia.
NKRI merupakan negara kesatuan yang dibagi atas daerah-daerah provinsi yang dibagi atas kabupaten dan kotamadya. Hal ini sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945, Pasal 18 ayat (1):”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.
Budaya Indonesia
Yang kerap juga disalahpahami adalah istilah “budaya Indonesia”. Seolah ia hanya budaya lokal yang ada pada suku-suku dan daerah-daerah tertentu. Padahal, budaya yang dihubungkan dengan entitas bangsa yang dibentuk secara konvensial sebagai produk kontrak sosial semestinya bersifat inklusif dan koheren dengan konstruksi bangsa.
Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, baik itu kebudayaan lokal maupun kebudayaan asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka. Itu artinya, budaya Indonesia tidak hanya mencakup budaya asli bumiputra, tetapi juga budaya-budaya yang mendapat pengaruh budaya Tionghoa, Arab, India, dan Eropa.
Dalam kebudayaan nasional, terdapat unsur pemersatu dari Bangsa Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya, terdapat unsur kebudayaan bangsa dan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.[Direktorat Sejarah dan Nilai Tradsional. “Kongres Kebudayaan 1991: Kebudayaan Nasional Kini dan pada Masa Depan”.
Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam Kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Dasar bahasa Indonesia baku adalah bahasa Melayu Riau. Dalam perkembangannya, bahasa ini mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan.
Memiliki keterikatan sejarah yang panjang dengan bangsa-bangsa Eropa khususnya sejak era kolonialisme, beberapa kosakata Indonesia telah diserap ke dalam beberapa bahasa Eropa, terutama bahasa Belanda dan Inggris.[24] Bahasa Indonesia sendiri juga memiliki banyak kata serapan yang berasal dari bahasa-bahasa Eropa, terutama dari bahasa Belanda, Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahasa Indonesia juga memiliki kata serapan yang berasal dari bahasa Sanskerta, Tionghoa, dan Arab yang membaur menjadi elemen dalam bahasa Indonesia yang terpengaruh karena adanya faktor-faktor seperti aktivitas perdagangan maupun religius yang telah berlangsung sejak zaman kuno di wilayah kepulauan Indonesia.
Unsur Arab dalam Identitas Indonesia
Pertama, Arab secara geografi, Arab (baca : Dunia Arab) kini tanah Arab terbentang dari Samudra Atlantik di barat hingga Laut Arab di timur, dan dari Laut Tengah di utara hingga Tanduk Afrika dan Samudra Hindia di tenggara. Dunia Arab terdiri dari 24 negara dan wilayah dengan populasi 325 juta dalam dua benua.
Banyak orang mengira bahwa Arab Saudi identik dan mewakili dengan Arab secara keseluruhan sehingga kadang Arab Saudi disingkat dengan sebutan Arab. Saking meluasnya kesalahkaprahan ini sehingga kadang media massa kadang ikut-ikutan. Kira-kira empat tahun lalu saat penyelanggaraan Final Piala Asia di Senayan sebuah suratkabar menulis di tajuk beritanya, “Timnas Irak Kalahkan Timnas Arab”.
Kedua, Secara linguistik merujuk pada bahasa yang dipakai oleh lebih dari 23 negara yang tergabung dalam Liga Arab.Bahasa ini adalah bahasa resmi dari 25 negara, dan merupakan bahasa peribadatan dalam agama Islam karena merupakan bahasa yang dipakai oleh Al-Qur’an. Berdasarkan penyebaran geografisnya, bahasa Arab percakapan memiliki banyak variasi (dialek), beberapa dialeknya bahkan tidak dapat saling mengerti satu sama lain. Bahasa Arab modern telah diklasifikasikan sebagai satu makrobahasa dengan 27 sub-bahasa dalam ISO 639-3. Bahasa Arab Baku (kadang-kadang disebut Bahasa Arab Sastra) diajarkan secara luas di sekolah dan universitas, serta digunakan di tempat kerja, pemerintahan, dan media massa.
Ketiga, Arab secara kesukuan (tribal), terdiri dari 4 kategori; 1. Baidah (suku yang telah punah) seperti Kaum Aad dan Tsamud,2. ‘Aribah (asli Arab), berasal dari Himyar dan Qahthan; 3. Musta’ribah (ter-Arabkan), yaitu turunan Nabi Ibrahim dari Ismail yang berhijrah ke tanah Arab dari Mesopotamia. Mereka adalah Bani Hasyim atau Quraisy; Nabi Muhammad saw adalah keturunan Bani Hasyim yang merupakan marga dalam Quraisy yang berasal dari Ismail yang musta’rib. Itulah ia bisa dianggap Arab sekaligus ajam. Dan karena itu pula, ia bisa diterima oleh semua golongan, baik Arab mau pun non Arab. Dengan universalitas Muhammad, ia digelari Sayyidul Arabi wal ‘Ajami, (Pemimpin bagi Arab dan non Arab). Ini juga menegaskan bahwa Islam tidak identik dengan Arab. 4. Arab Diaspora, yaitu orang-orang Arab yang bermigrasi keluar dari Dunia Arab, dan kini menetap di Eropa Barat, benua Amerika, Australia dan seluruh penjuru dunia. Diaspora Arab di Indonesia adalah salah satu suku.
Keturunan Arab di Indonesia umumnya yang berasal dari Hadramaut (Yaman) terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawi, dan kelompok Qabili. Di Indonesia, kadang-kadang ada yang membedakan antara kelompok Alawiyyin yang umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syekh atau Masyaikh yang biasa pula disebut Irsyadi atau pengikut organisasi al-Irsyad.
Arab telah menjadi pilar budaya Indonesia. Budaya Arab-Indonesia merujuk kepada jenis kebudayaan peranakan Arab yang berakulturasi dan/atau berasimilasi dengan kebudayaan Indonesia juga budaya Arab yang berkembang di Indonesia. Tidak hanya dari tatanan hidup, tapi juga seni, kuliner serta carai berpakaian.
Arab juga telah menjadi salah unsur penyempurna bahasa Indonesia. Bahasa ini dibawa oleh bangsa Arab di Indonesia saat datang ke Nusantara sebelum pada abad ke-18. Bahasa Arab pun eksis di Indonesia. Bahasa Arab menarik minat jutaan penduduk dunia untuk mempelajarinya, karena sebagian istilah dalam agama Islam berasal dari bahasa Arab. Bahasa Arab juga telah diajarkan di pesantren-pesantren dan sekolah-sekolah di Indonesia. Bahasa ini digunakan saat beribadah, utamanya salat. Bahasa ini pun kerap dipergunakan saat pengajian atau kenduri. Sekiranya, 1.494 kosakata bahasa Arab diserap dalam bahasa Indonesia.
Tak hanya berperangaruh dalam pengembahasan bahasa Indonesia, Arab juga memperkasa khazanah kesusateraan Indonesia, antara lain 1) abad yaitu hikayat. campuran antara sejarah, mitos, dan kepercayaan; 2) syair merupakan karya sastra yang mana berupa sajak-sajak yang terdiri atas empat baris setiap baitnya; 3) syair epik kesusastraan Arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian (dakwah keagamaan dan satire) untuk kaum Muslim.
Identitas Indonesia
Siapapun berhak mengusir dari sebidang tanah miliknya dengan atau tanpa alasan. Siapapun pemilik rumah berhak menyuruh siapapun yang sedang berkunjung ke rumahnya atau berada di atasnya dengan teriakan “pulanglah ke rumahmu” dengan atau tanpa alasan. Secara administratif, dia tercatat sebagai pemiliknya entah karena telah dibeli, diwarisi atau dihibahkan kepadanya.
Tapi bumi yang terhampar luas tempat aneka manusia bertahan hidup, menginjak permukaannya, menghirup oksigen di udaranya, mencerap cahaya mentarinya dan meneguk air turun dan menyembur bukan properti siapapun.
Tak seorangpun dan komunitas apapun berhak mengklaim bumi ini sebagai properti ba. Ia milik bersama. Siapapun yang berada di atasnya berhak hidup sebagai pengelolanya. Tak ada penduduk asli dan warga abadi. Semua yang hidup di atasnya adalah pendatang.
Setiap insan lahir tanpa memilih sperna yang membentuknya. Gen, organ genital, DNA, sidik jari dan semua ciri personalnya. Ia tak memilih bentuk, mata, rambut, kulit dan semua yang membungkus jiwanya. Ia lahir, tumbuh dan menjalani hidup di atas bumi yang tak dipilihnya. Ia bukan tamu, bukan pengungsi, bukan penumpang, bukan pengungsi karena inilah kampung halamannya, tanah kelahiran dan kematiannya. Di sinilah sejarah dirinya diukir. Dia adalah orang Indonesia.
ML 190222