Alhamdulillah, sejak mengenal Islam progresif komprehensif yang direpresentasi oleh Imam Ruhullah, saya sadar bahwa ternyata ada hidden world, sebuah bagian besar dari realitas penganut agama ini yang terpinggirkan bahkan terusir dengan vonis abadi : sesat!!!
Saya baru sadar ada bagian besar yang tersensor atau sengaja dipisahkan dari apa yang secara temurun disebut umat Islam, peradaban Islam, dunia Islam, ilmu-ilmu keislaman, para pemuka Islam, para ulama, dai, ustadz dengan ragam sebutan domestik dan kulturalnya, seperti kyai, gus, tengku, ajengan, buya juga habib.
Ternyata Islam punya banyak pola, banyak sumber dan bermacam praktik. Islam yang satu hanya di sisi Tuhan yang diiluminasikan kepada Muhammad SAW, sedangkan di sisi hamba, ia banyak sebanyak penganutnya yang berhak nemilih pemahamannya sendiri
Ternyata ulama dan alim tak dilantik oleh umat dan ustadz tak diwisuda oleh murid dan santri. Ternyata di balik tirai fanatisme, terpampang prasasti megah yang terawat lestari hingga kini dalam hierarki kompetensi yang terejawantah dalam lusinan mistikus, filsuf, mutakallim, faqih, mufasir, antropolog, politikus dan lainnya
Itu semua membuat saya yang merasa sudah khatam ngaji banyak kitab kuning dalam fikih, tafsir, akidah, ushul, dan bangga punya hafalan banyak nadhom termasuk alfiyah dalam Nahu sadar diri.
Setelah memahami anatomi pengetahuan dan standar kualifikasi, saya sadar sebagai jelata di altar peradaban yang megah menjulang ini. Saya terlalu kurcaci di hadapan Mulla Sadra, Sabzawari,Thabathabai dan Khomeini, juga Muthahhari, Yazdi, Khamenei dan NasrAllah. Ini membuat saya berusaha konsisten dalam bersikap proporsional dan adil terhadap setiap figur agamawan dengan ragam sebutannya baik domestik maupun import sambil tetap apresiasi meski ceramah pendakwah import biasanya hanya berisi nasihat dan doa juga kisah-kisah keajaiban. Toh, selain pengetahuan, berkah juga bisa jadi motif menyimak. Ini pun hanya berlaku bagi yang tidak menyamakan HezbAllah yang mengusir Israel dengan gerombolan bersenjata yang diciptakan AS dan rezim-rezim hipokrit di Teluk.
Kini lebih berhati-hati atau lebih berhemat memuji apalagi mengikuti dan mengidolakan figur. Resistensi terhadap sentra hegemoni imperialis dan rezim okupator Quds, toleransi terhadap mazhab lain dan sikap egaliter tanpa klaim supremasi nasab menjadi parameter kebugaran moral, spiritual dan intelektual, bukan santernya info, ceramah viral, banyak pemuja, apalagi paras, jenggot lebat dan busana panjang.
Sejak itu pula saya tak ambil pusing dengan mandeknya karir dan sempitnya ruang pergaulan juga minimnya income akibat stigma sesat. Enjoy your faith!
ML 25082022