Belakangan ini status warga keturunan Arab mulai dibincang oleh sekelompok orang, komitmen kebangsaannya dipertanyakan bahkan kadang dicap sebagai penumpang dengan narasi cemooh rasial yang tak mencerminkan kepatuhan kepada konstitusi sebagai reaksi terhadap sejumlah individu yang melakukan aksi negatif. Padahal kerap kaliĀ perilaku buruk beberapa individu merupakan akibat dari pola perlakuan orang-orang sekitarnya, bukan kesukuan dan garis keturunannya.
Sebelum menjelaskan posisi warga keturunan Yaman yang akhir-akhir ini divonis sebagai oleh kelompok rasis sebagai pendatang, mari kita bahas frasa pribumi dan imigran dalam koridor konstitusi NKRI.
Pribumi
Di Indonesia, ada beragam jenis manusia dengan aneka ras dan bentuk fisikal yang khas.Ā Peneliti Eijkman Institute Profesor Herawati mengatakan, perbedaan fisik diakibatkan oleh adanya pencampuran genetik yang terjadi di tubuh manusia. Peristiwa ini berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu dari sejumlah gelombang migrasi. Gelombang migrasi pertama terjadi sekitar 60.000 tahun lalu. Bermula dari Afrika, manusia menyebar ke berbagai daerah. Saat itu, kepulauan yang kita lihat di peta Indonesia belum terbentuk. Kalimantan, Jawa, dan Sumatera masih menjadi satu dataran luas yang disebut Sundaland dengan luas sekitar 1.800.000 Km. Kemudian, Wallacea menjadi daerah sendiri yang kini bisa dikenali dengan wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku. Sementara itu, Papua masih satu daratan dengan Australia.
Pada 1998, Presiden BJ Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 yang menghapus penggunaan istilah āpribumiā dan ānon-pribumiā dalam segala jenjang peraturan pemerintahan di Indonesia. Istilah āpribumiā dan ānon-pribumiā sesungguhnya tidak disebutkan dalam GBHN, dan istilah yang lebih sering digunakan adalah āorang Indonesia asliā. Tidak dijabarkan secara terperinci tentang maksud dari āasliā dalam istilah tersebut.
Upaya pembersihan konstitusi negara dari istilah-istilah rasis mulai digalakkan pada permulaan 2000-an. Pada Amandemen Kedua UUD 1945 tahun 2000, kata āorang Indonesia asliā dihapuskan dari Pasal 26 dalam Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk. Pada Amandemen Ketiga UUD 1945 tahun 2001, kata āorang Indonesia asliā dihapuskan dari Pasal 6 tentang presiden dan wakil presiden Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan juga tidak lagi menyebut kriteria ras dan etnik. Hal ini menegaskan bahwa semua warga negara di Indonesia memiliki kesempatan dan kedudukan yang sama tanpa membedakan ras atau suku dari mana mereka berasal.
Sejak berlakunya Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan, penggunaan istilah Pribumi dan Non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dihentikan.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyatakan warga negara Indonesia (WNI) dan bangsa Indonesia asli adalah orang yang lahir sebagai WNI. Meskipun secara sosiologis memiliki keturunan dari bangsa lain. “Jadi penduduk Indonesia itu ada WNI asli, ada WNI karena naturalisasi, tidak asli artinya. Jadi bangsa Indonesia yang asli itu semua yang lahir, WNI sejak kelahiran, gitu kira-kira. Jadi Ahok, kemudian Anies Baswedan yang Arab, Ahok yang China itu WNI asli, bangsa Indonesia asli. Keturunannya boleh saja beberapa generasi,” kata Jimly sebagaimana dikutip detik .
Imigran
Warga asli Indonesia adalah setiap pemegang NIK yang berbahasa Indonesia dengan baik, bangga menggunakannya, mengimani keindonesiaan sebagai identitas kebangsaannya yang tertuang dalam Pancasila dan UUD tanpa menegasinya dengan identitas kesukuan, kedaerahan dan etnisitas dan keyakinan masing-masing.
Dengan semua warisan aneka budayanya, bangsa Indonesia adalah entitas modern yang dibentuk dan ditetapkan oleh fakta sejarah kemerdekaan, bukan oleh kehendak satu kelompok suku dan ras. Inilah Indonesia yang berdiri di atas kebhinnekaan suku, daerah dan ras sekaligus keekaan atau kesatuan bangsa, bahasa, tanah dan asas.
Manusia modern baru masuk ke Tanah Air pada Era Pleistosen. Manusia pendatang ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu Melanesia dan Austronesia. Orang Melanesia datang sejak 50.000 tahun lalu. Melanesia mayoritas berasal dari Afrika dan biasanya bermata biru, menandakan bahwa sebenarnya hampir tak ada satupun dari warga saat ini yang merupakan āpribumiā sejak awal, kecuali campuran dan gennya telah berkembang.
Migrasi kedua sekitar 16.000-35.000 tahun lalu dari Indochina masuk ke Nusantara lewat jalur darat. Setelah itu disusul orang Austronesia sekitar 4.000 tahun lalu dari Formosa ke bagian barat dan timur Nusantara. Akhirnya mereka semua berkembang menjadi berbagai suku yang kita kenal saat ini.
Berdasarkan pernyataan Deputi Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Ibu Herawati Sudoyo,
dalam wawancaranya dengan Tempo Media, pribumi adalah orang yang menghuni suatu kawasan sejak lama, sementara penduduk yang saat ini mendiami Indonesia berasal dari beberapa titik migrasi.
Keturunan Arab Yaman
Keturunan Arab adalah sebutan umum untuk semua yang kakeknya datang dari Hadramaut ke Nusantara meliputi Alawiyin dan non Alawiyin.
Diaspora Arab diperkirakan telah datang ke Indonesia sejak abad ke-13. Sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah punah seperti āBasyeibanā dan āHanemanā, di Indonesia masih dapat ditemukan. Hal ini karena keturunan Arab Hadramaut di Indonesia saat ini jumlahnya diperkirakan lebih besar daripada di tempat leluhurnya sendiri, termasuk Raden kesultanan Palembang Darussalam merupakan keturunan Arab Hadramaut.
Keturunan Arab di Indonesia terdiri atas ragam nama keluarga besar atau marga. Marga Arab Hadramaut (fam Arab) merujuk kepada nama keluarga atau marga yang dipakai oleh keturunan bangsa Arab yang berasal dari daerah Hadramaut, Yaman. Penamaan marga sendiri dipilih berdasarkan kabilah, tempat asal, sejarah, kebiasaan, atau sifat serta nama nenek moyang golongan tersebut.
Alawiyin
Secara umum keturunan Arab di Indonesia dapat dibagi dua; Golongan pertama yaitu marga-marga keturunan suku Arab Yaman asli, umumnya mengklaim sebagai keturunan Hadhramaut bin Gahtan, yang merupakan keturunan Nabi Nuh. Golongan kedua yaitu marga-marga suku Arab yang hijrah dari Basra, Irak. Golongan ini merupakan keturunan Ahmad bin Isa al-Muhajir (biasa disebut Alawiyyin atau Ba Alawi) serta para pengikutnya yang datang ke Yaman sekitar tahun 319 H (898 M). Kini beberapa individu dari kalangan yang akrab dengan mereka menganggap nasab mereka sebagai fiktif
Para alawiyin di Indonesia mempunyai nenek moyang non-syarifah, dimana para Sayyid yang datang ke Nusantara setelah abad ke-18 tidak membawa wanita-wanita mereka dan kemudian menikahi wanita-wanita pribumi. Kaum muwallad Arab suka menyebut orang-orang pribumi non-Arab sebagai ahwal (saudara seibu mereka).
Semula masyarakat Nahdliyin dikenal sebagai kaum muhibbin (para pencinta). Hubungan kalangan habaib (jamak habib) dengan kalangan Nahdliyin sangat harmonis dan berbagai teritori pengaruh dan dakwah. Para kyai memfokuskan dakwah melalui pendidikan berjenjang di pesantren-pesantren, sedangkan para tokoh alawiyin membimbing umat melalui dakwah umum berupa majelis dan rohah. Sejumlah habib ternama yang dihormati bisa disebutkan dalam list ini, antara lain. Habib Ali Alhabsyi di Kwitang Jakarta, Habib Alwi Alhabsyi di Solo, Habib Abubakar Asseggaf di Gresik, Habib Ahmad Alidrus di Surabaya, Habib Saleh Alhamid di Tanggul Jember, Habib Jafar Asseggaf di Pasuruan, Habib Husein Alhaddad di Jombang dan Habib Muhammad Almuhdhar di Bondowoso. Para kyai besar seperti Kyai Khalil Bangkalan, Kyai Hasyim Asyari dan Kyai Hamid Pasuruan menjalin hubungan akrab dengan para habib terkemuka. Akar rumput Nahdliyin pun menghornati mereka.
Fenomena anti Alawiyin di media sosial bukanlah reaksi spesifik terhadap dua atau tiga figur habib kontroversial dan setipenya, tapiĀ akumulasi kekecewaan terhadap perilaku negatif beberapa anasir alawiyin yang aktif dalam dakwah atau semacamnya dan efek kompetisi sengit dalam lomba menguasai umat yang belakangan ini diorkestrasi oleh kelompok invisible demi kepentingan politik.
Komunitas alawiyin di Indonesia karena banyak faktor terlibat dalam aneka pergesekan dan konflik dengan kalangan kyai dan nahdliyin secara umum sejak 50 tahun terakhir yang semula dipicu oleh persaingan teritori dakwah di kawasan Jawa secara khusus dan memuncak belakangan ini.
Pergesekan antara komunitas alawiyin dan kalangan Nahdliyin mungkin dipicu oleh banyak faktor. Salah satunya adalah tampilnya beberapa figur habib dalam arena politik garis keras, menggerakkan masa dalam aksi berjilid demi menentang Pemerintah yang sah,Ā menyebarkan ujaran kebencian, mencemooh simbol negara, bahkan sebagian ikut mewacanakan khilafah yang sangat ditentang oleh NU.
Fenomena tersebut sangat mungkin memicu reaksi negatif dalam aneka sikap dan tindakan yang menyudutkan komunitas alawiyin antara lain :
1. Mengeluarkan komunitas alawiyin dari “pribumi” dengan menganggapnya sebagai pendatang dan imigran.
2. Menuduh mereka sebagai penjajah, pendatang yang tak tahu terimakasih dan merasa majikan di “negeri orang”
3. Menstigma mereka sebagai pengusung politik identitas dan politisasi agama serta pembuat onar
4. Mencap mereka sebagai kelompok yang merendahkan para ulama pribumi.
5. Menuduh mereka sebagai kelompok yang merendahkan Wali Songo dan para alawiyin non Robitoh (Azamatkhan dll)
6. Mencap beberapa figur dari kalangan alawiyin sebagai pendukung penjajah Belanda dan pengkhianat.
7. Memvonis mereka sebagai alawiyin palsu karena nasab yang disahkan oleh otoritas tegistrasi nasab alawiyin atau RA tak tersambung kepada Ahmad Almuhajr berdasarkan sejumlah referensi utama sejarah dan genealogi.
8. Menganggap mereka sebagai gerombolan yang tak punya asal usul jelas karenaĀ Ubaidillah bukan putera Ahmad Almuhajir, tapi fiktif.
Tujuan atau akibat yang diasumsikan adalah sebagai berikut :
1. Melucuti hak istimewa berupa penghormatan yang selama ini diberikan kepada komunitas alawiyin, terutama para figur habib.
2. Mendelegitimasi alawiyin sebagai komunitas yang berjasa dan berandil dalam penyebaran Islam dengan menganggap mereka sebagai generasi imigran Yaman yang hanya menikmati hasil perjuangan para pendakwah dari kalangan Azamatkhan dan lainnya.
3. Mendelegitimasi alawiyin sebagai komunitas yang berjasa dan berandil dalam perjuangan melawan penjajah dan kemerdekaan serta NKRI
4. Memperlakukan komunitas alawiyin sebagai warga kelas dua yang harus siap dikambinghitamkan dan didiskriminasi dengan narasi anti pendatang alias imigran Yaman.
5. Melucuti hak konstitusional keturunan Yaman, termasuk alawiyin untuk berpartisipasi dalam kontestasi politik, terutama pilpres.
6. Mendorong masyarakat umum mengucilkan komunitas alawiyin di setiap lingkungan dengan persekusi dan intimidasi.
Atas dasar itu, diperlukan penjelasan yang proporsional tentang komunitas alawi yang biasa disebut habib sebagai berikut :
1. Alawi (jamaknya, alawiyin) di Indonesia adalah sebutan keluarga bagi para anak cucu dalam rangkaian silsilah panjang yang bermula dari Muhammad bin Ali Ba Alawi, cucu cucu Ahmad bin IsaĀ Al-Muhajir, yang meninggalkan Basrah di Irak bersama keluarga dan para pengikutnya pada tahun 317H/929M dan berhijrah ke Hadramaut di Yaman Selatan.
2. Komunitas alawi di Indonesia yang selama ini kerap dianggap keturunan Yaman bukanlah keturunan penduduk asli Yaman yang berhijrah ke Nusantara, namun keturunan pendatang dari Basrah Irak yang juga bukan penduduk asli Irak karena mengungsi dari Hjjaz. Sementara nenek moyang mereka berasal dari Quraisy juga bukan penduduk asli Tanah Arab alias Jazirah.
3. Komunitas alawi bukanlah orang-orang Arab karena definisi resmi “orang Arab” adalah orang yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa utama dan hidup sebagai warga resmi secara administratif salah satu negara anggota Liga Arab.
4. Komunitas alawi bukanlah keturunan Arab asli karena alawi sebagai cabang klan Bani Hasyim dalam Quraisy dariĀ yang musta’rab (ter’arabkan secara sosiologis, bukan Arab genealogis).
5. Komunitas alawi bukanlah keturunan Yaman karena Yaman bukan ras dan etnik tapi nama negara yang dihuni oleh warga Yaman yang mayoritasnya beretnik Arab.
6. Komunitas alawi adalah nama sebuah suku khas karena karakteristik genealogisnya yang mengharmoniskan Arab dan Ajam (non Arab)Ā sehingga (mestinya) setiap alawi adaptif dengan setiap masyarakat dan daerah manapun serta kultur apapun.
7. Komunitas alawi yang lahir dan hidup di Indonesia tercatat secara administratif sebagai warga negara dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama adalah penduduk Indonesia dari suku alawi sebagaimana telah berlaku sejak berabad-abad selama beberapa generasi di banyak negara non Arab, mayoritasnya etnis non Arab dan tidak menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa utama.
8. Komunitas alawi di hampir seluruh di negera-negara non Arab, tidak mengaku Arab atau keturunan Arab dan beradaptasi dalam proses akulturasi dan asimilasi secara natural bahkan tidak membentuk identitas komunal khusus berupa perkumpulan dan semacamnya,Ā diakui sebagai penduduk pribumi serta menjadi bagian integral bangsa.
9. Komunitas alawi adalah bagian dari masyarakat Arab bila menetap di negara anggota Liga Arab dan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa utama. Artinya, komunitas alawi bukanlah Arab bila menetap di negara-negara non Liga Arab serta tidak menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa utama, seperti Indonesia, India dan Iran.
10. Komunitas alawi juga warga keturunan lainnya yang lahir dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama juga tercatat secara administratif di Dukcapil adalah penduduk asli, bukan pendatang. Arti kata pendatang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pen.da.tang [n] (1) orang datang; orang asing (bukan penduduk asli)Ā Mereka datang dari rahim ibunya di bumi Indonesia sebagai tempat kelahiran, tempat menjalani hidup dan kematian.
11. Komunitas alawi kloter pertama di Indonesia telah melakukan adaptasi dan melebur secara total karena telah melewati akulturasi di India. Sedangkan komunitas alawi kloter kedua yang datang langsung ke Nusantara sedang melewati proses yang lebih lama untuk larut secara total karena faktor waktu dan beberapa faktor doktrin yang belum sepenuhnya dilepas seperti kafa’ah.
12. Komunitas alawi juga komunitas keturunan Arab Yaman (non alawi) yang lahir dan hidup di Indonesia serta menggunakan bahasa Indonesia adalah warga pribumi Republik Indonesia, bukanlah pendatang seperti nenek moyang mereka yang lahir di Yaman lalu berpindah ke Nusantara.
13. Komunitas alawi dan non alawi adalah individu-individu majemuk dan berlainan dalam pandangan, sikap, karakter, status sosial,Ā tidak dipertemukan oleh satu pemahaman dan aliran keagamaan dan sikap politik.
14. Adanya beberapa warga alawi atau keturunan Arab Yaman yang dianggap melakukan perbuatan salah dan buruk atau melanggar hukum dalam aneka kasusĀ bahkan melakukan aksi yang mengganggu stabilitas dan semacamnya karena pemahaman keagamaannya atau pandangan politiknya adalah tindakan individu sebagaimana tindakan individu warga dari suku lainnya, bukan tindakan seluruh komunitas alawi juga bukan tindakan semua komunitas keturunan Arab Yaman (non alawi).
Mengacu kepada undang-undang dan instruksi presiden di atas yang telah menghapus kata pribumi dan non pribumi, maka menunjuk seseorang atau sekelompok orang sebagai non pribumi dengan kata semaknanya seperti pendatang, imigran, pengungsi dan penumpang dengan tujuan diskriminasi dan pelecehan bisa dianggap secara yuridis sebagai perbuatan tidak menyenangkan dan ujaran kebencian.
ML 3042023